BAB I
ULUM AL-QURAN DAN PERKEMBANGANNYA
1. Ulum Al-Quran adalah sejumlah pembahasan yang berkaitan dengan Al-Quran
Ungkapan
Ulum Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri atas dua kata, yaitu
ulum dan Al-Qur’an. Kata ulum merupakan bentuk jamak dari kata ilmu.
Ilmu yang dimaksud di sini, sebagaimana didefinisikan Abu Syahbah adalah
sejumlah materi pembahasan yang dibatasi kesatuan tema atau tuuan,
sedangkan Al-Qur’an, sebagaimana didefinisikan ulama ushul, ulama fiqih,
dan ulama bahasa, adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya,
Muhammad, yang lafazh-lafazhnya mengandung mukjizat, membacanya
mempunyai nilai ibadah, yang diturunkan secara mutawatir, dan yang
ditulis pada mushaf, mulai dari awal surat Al-Fatihah sampai akhir surat
An-Nas. Ddengan demikian, secara bahasa, Ulum Al-Qur’an adalah ilmu
(pembahasan-pembahasan) yang berkalitan dengan Al-Qur’an.
2. Sejarah kemunculan istilah ‘Umul Al-Quran:
a. Pendapat Asy-Suyuthi dalam pengantar kitab Al-itqan: Ulum Al-Quran muncul pada abad VI H. Oleh Abu Al-Farj bin Al-jauzi.
b. Pendapat
Az-Zarqani: Ulum Al-Quran muncul pada awal abad V H. melalui tangan
Al-Hufi (w. 430 H.) dalam karyanya yang berjudul Al-Burhan fi ’Ulum
Al-Quran.
c. Pendapat
Abu Syabah: Istilah ‘Ulum Al-Quran muncul dengan ditulisnya kitab
Al-Mabani fi Nazhim Al-Ma’ani yang ditulis pada tahun 425 H. (abad V H.)
d. Pendapat
Subhi Ash-Shalih: Istilah ‘Ulum Al-Quran sudah muncul sejak abad III H.
Yaitu ketika Ibnu Al-Marzuban menulis kitab yang berjudul Al-Hawi fi
‘Ulum Al-Quran.
3. Ruang Lingkup Pembahasan ‘Ulum Al-Quran
a. Persoalan turunnya Al-Quran (Nuzul Al-Quran):
1) Waktu dan tempat turnnunnya Al-Quran (auqat nuzul wa mawathin An-nuzul),
2) Sebab-sebab turunnya Al-Quran Asbab an-nuzul),
3) Sejarah turunnya Al-Quran (tarikh an-nuzul)
b. Persoalan sanad (Rangkaian para periwayat):
1) Riwayat mutawatir,
2) Riwayat ahad,
3) Riwayat syadz,
4) Macam-macam qira’at Nabi,
5) Para perawi dan penghapal Al-Quran,
6) Cara-cara penyebaran riwayat (tahammul).
c. Persoalan Qira’at (cara pembacaan Al-Quran):
1) Cara berhenti (waqaf),
2) Cara memulai (ibtida’),
3) Imalah,
4) Bacaan yang dipanjangkan (madd),
5) Miringankan bacaan hamzah,
6) Memasukan bunyi huruf yang sukun kepada bunyi sesudahnya (idgam).
d. Persoalan kata-kata Al-Quran:
1) Kata-kata Al-Quran yang asing (ghsrib),
2) Kata-kata Al-Quran yang berubah-ubah harkat akhirnya (mu’rab),
3) Kata-kata Al-Quran
e. Persoalan makna-makna Al-Quran yang berkaitan dengan hokum:
1) Makna umum (‘am) yang tetap dalam keumumannya,
2) Makna umum (‘am) yang dimaksudkan makna khusus,
3) Makna umum (‘am) yang maknanya dikhususkan sunnah,
4) Nash,
5) Makna lahir,
6) Makna global (mujmal),
7) Makna yang diperinci (mufashshal)
8 ) Makna yang ditunjukan oleh konteks pembicaraan (manthuq),
9) Makna yang dapat dipahami dari konteks pembicaraan (mafhum),
10) Nash yang petunjuknya tidak melahirkan keraguan (muhkam),
11) Nash yang muskil ditafsirkan karana terdapat kesamaran didalamnya (mutasyabih),
12) Nash yang maknanya tersembunyi karena suatu sebab yang terdapat pada kata itu sendiri (musykil),
13) Ayat yang “menghapus” dan yang “dihapus” (nasikh-mansyukh),
14) Yang didahulukan (muqaddam),
15) Yang diakhirkan (mu’akhakhar).
f. Persoalan makna-makna Al-Quran yang berpautan dengan kata-kata Al-Quran:
1) Berpisah (fashl),
2) Bersambung (washl),
3) Uraian singkat (I’jaz),
4) Uraian panjang (ithnab),
5) Uraian seimbang (musawah),
6) Pendek (qashr).
4. Cabang-cabang (pokok bahasan) ‘Ulum Al-quran
a. Ilmu Adab Tilawah Al-Quran,
b. Ilmu Tajwid,
c. Ilmu Mawathin An-Nuzul,
d. Ilmu Tawarikh An-nuzul,
e. Ilmu Asbab An-nuzul,
f. Ilmu Qira’at,
g. Ilmu Gharib Al-Quran,
h. Ilmu I’rab Al-Quran,
i. Ilmu Wujud wa Al-Nazha’ir,
j. Ilmu Ma’rifat Al-Muhkam wa Al-Mutasyabih,
k. Ilmu Nasikh wa Al-Mansyukh,
l. Ilmu Badai’u Al-Quran,
m. Ilmu I’jaz Al-Quran,
n. Ilmu Tanasub Ayat Al-Quran,
o. Ilmu Aqsam Al-Quran,
p. Ilmu Amtsal Al-Quran,
q. Ilmu Jadal Al-Quran,
5. Perkembangan ‘Ulum Al-Quran
a. Fase Sebelum Kodifikasi (Qabl ‘Ashr At-Tadwin)
b. Fase Kodifikasi (Qabl ‘Ashr At-Tadwin)
BAB II
SEJARAH TURUN DAN PENULISAN AL-QURAN
1. Pengertian Al-Quran:
a. Menurut Manna’ Al-Qaththan: “Kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Dan membacanya memperoleh pahala.”
b. Menurut
Al-Jurjani: “Yang diturunkan kepada Rasulullah SAW., yang ditulis
didalam mushaf dan yang diriwayatkan secara mutawatir tanpa keraguan.”
c. Menurut
Abu Syahbah: “Kitab Allah yang diturunkan –baik lafazh maupun maknanya
–kepada nabi terakhir, Muhammad SAW, yang diriwayatkan secara mutawatir,
yakni dengan penuh kepastian dan keyakinan (akan kesesuaiannya dengan
apa yang diturunkannya kepada Muhammad), yang ditulis pada mushaf mulai
surat Al-Fathah [1] sampai akhir surat An-Nas [114].”
d. Menurut
kalangan Pakar ushul fiqih, fiqih, dan bahasa Arab: “Kalam Allah yang
diturunkan kepada Nabi-Nya, Muhammad, yang lafazh-lafazhnya mengandung
mukjizat, membaca mempunyai nilai ibadah, diturunkan secara mutawatir,
dan ditulis pada mushaf, mulai dari awal surat Al-Fatihah [1] sampai
akhir surat An-Nas [114].”
2. Proses turunnya Al-Quran kepada Nabi Muhammad SAW, adalah melalui tiga tahapan, yaitu:
a. Pertama,
Al-Quran turun secara sekaligus dari Allah ke lauh al-mahfuzh, yaitu
suatu tempat yang merupakan catatan tentang segala ketentuan dan
kepastian Allah.
b. Tahap kedua, Al-Quran diturunkan dari lauh al-mahfuzh itu ke bait al-izzah (tempat yang berada di langit dunia).
c. Tahap
ketiga, Al-Quran diturnkan dari bait al-izzah ke dalam hati Nabi dengan
jalan berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan. Adakalanya satu ayat,
dua ayat dan bahkan kadang-kadang satu surat.
3. Hikmah Al-Quran Diturunkan secara Berangsur-angsur:
a. Memantapkan hati Nabi
b. Menentang dan melemahkan para penentang Al-Quran
c. Memudahkan untuk dihapal dan dipahami,
d. Mengikuti setiap kejadian (yang karenanya ayat-ayat Al-Quran turun) dan melakukan tahapan dalam menetapkan syariat,
e. Membuktikan dengan pasti bahwa Al-Quran turun dari Allah yang Mahabijaksana.
4. Pengumpulan Al-Quran (Jam’ Al-Quran)
a. Proses pengumpulan Al-Quran
b. Proses Penulisan Al-Quran
1) Pada masa Nabi
2) Pada masa Khulafa’ Ar-Rasyidin
· Pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
· Pada masa ‘Utsman bin ‘Affan
3) Penyempurnaan penulisan Al-Quran setelah Masa Khalifah
5. Pengertian Rasm Al-Quran
Rasm
Al-Quran adalah tata cara menuliskan Al-Quran yang ditetapkan pada masa
khalifah ‘Utsman bin ‘Affan. Istilah yang terakhir lahir bersamaan
dengan lahirnya mushaf Utsman, yaitu mushaf yang ditulis panitia empat
yang terdiri dari Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin
Al-‘Ash, dan ‘Abdurrahman bin Al-Harits. Mushaf Utsman ditulis dengan
kaidah-kaidah itu menjadi enam istilah, yaitu:
a. Al-Hadzf (membuang, menghilangkan atau meniadakan huruf)
b. Al-Jiyadah (penambahan)
c. Al-Hamzah
d. Badal (penggantian)
e. Washal dan Fashl (penyambungan dan pemisahan)
f. Kata yang dapat dibaca dua bunyi
6. Pendapat Para Ulama Sekitar Rasm Al-Quran
a. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa Rasm ‘Utsmani bersifat Tauqifi
b. Sebagian
besar ulama berpendapat bahwa Rasm ‘Utsmanibukan tauqifi, tetapi
merupakan kesepakatan cara penulisan (ishthilahi) yang disetujui ‘Utsman
dan diterima umat, sehingga wajib diikuti dan ditaati siapapun ketika
menulis Al-Quran. Tidak boleh ada yang menyalahinya.
BAB III
ASBAB AN-NUZUL
1. Pengertian Asbab An-Nuzul
Ungkapan asbab An-Nuzul merupakan bentuk idhafah dari kata “azbab” dan “nuzul”. Secara etimologi asbab An-Nuzul adalah sebab-sebab yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu. Meskipun segala fenomena yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu bisa disebut asbab An-Nuzul, namun dalam pemakaiannya, ungkapan asbab An-Nuzul khusus dipergunakan menyatakan sebab-sebab yang melatarbelakangi turunnya Al-Qur’an, seperti halnya asbab al-wurud yang secara khusus dipergunakan bagi sebab-sebab terjadinya hadis.
Ungkapan asbab An-Nuzul merupakan bentuk idhafah dari kata “azbab” dan “nuzul”. Secara etimologi asbab An-Nuzul adalah sebab-sebab yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu. Meskipun segala fenomena yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu bisa disebut asbab An-Nuzul, namun dalam pemakaiannya, ungkapan asbab An-Nuzul khusus dipergunakan menyatakan sebab-sebab yang melatarbelakangi turunnya Al-Qur’an, seperti halnya asbab al-wurud yang secara khusus dipergunakan bagi sebab-sebab terjadinya hadis.
a. Menurut
az-Zarqni: ”Asbab An-Nuzul” adalah khusus atau sesuatu yang terjadi
serta ada hubungannya dengan turunnya ayat Al-Quran sebagai penjelas
hokum pada saat peristiwa itu terjadi.
b. Menurut
Ash-Shabuni: “Asbab An-Nuzul” adalah peristiwa atau kejadian yang
menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat mulia yang berhubungan
dengan peristiwa dan kejadian tersebut, baik berupa pertanyaan yang
diajukan kepada Nabi atau kejadian yang berkaitan dengan urusan agama.
c. Menurut
Shubhi Shalih: “Asbab An-Nuzul” adalah sesuatu yang menjadi sebab
turunnya satu atau beberapa ayat Al-Quran (ayat-ayat) terkadang
menyiratkan peristiwa itu, sebagai respons atasnya. Atau sebagai
penjelas terhadap hokum-hukum disaat peristiwa itu terjadi.
d. Menurut
Mana’ as-Qthathan: “Asbab An-Nuzul” adalah peristiwa-peristiwa yang
menyebabkan turunnya Al-Quran berkenaan dengan waktu peristiwaitu
terjadi, baik berupa suatu kejadian atau sebuah pertanyaan yang diajukan
kepada Nabi.
2. Urgensi dan Kegunaan Asbab An-Nuzul
a. Membantu dalam memahami sekaligus mengatasi ketidakpastian dalam menangkap pesan ayat-ayat Al-Quran.
b. Mengatasi keraguan ayat yang diduga mengandung pengertian umum.
c. Mengkhususkan
hukum yang terkandung dalam ayat Al-Quran, bagi ulama yang berpendapat
bahwa yang menjadi pegangan adalah sebab yang bersifat khusus (khusus
al-sabab) dan bukan lafadz yang bersifat umum (umum al-lafaz).
d. Mengidentifikasikan pelaku yang menyebabkan ayat Al-Quran turun.
e. Memudahkan untuk menghapal dan memahami ayat, serta untuk memantapkan wahyu kedalam hati orang yang mendengarnya.
3. Cara Mengetahui iwayat Asbab An-Nuzul
Asbab An-Nuzul adalah peristiwa yang terjadi pada
zaman Rasulullah SAW. Oleh karena itu, tidak boleh ada jalan lain untuk
mengetahuinya selain berdasarkan periwayatan (pentransmisian)yang benar
(naql As-Shalih) dari orang-orang yang melihat dan mendengar langsung
tentang turunnya ayat Al-Quran.
4. Macam-macam Asbab An-Nuzul
a. Dilihat dari sudut pandang redaksi-redaksi yang dipergunakan dalam riwayat Asbab An-Nuzul
1) Sharih (visionable/jelas)
2) Muhtamilah (impossible/kemungkinan)
b. Dilihat dari sudut pandang berbilangnya Asbab An-Nuzul untuk satu ayat atau berbilangnya ayat untuk satu Asbab An-Nuzul
1) Berbilangnya Asbab An-Nuzul untuk satu ayat (Ta’addud al-sabab wa Nazil al-Wahid)
2) Variasi ayat untuka satu sebab (Ta’addud al-Nazil wa As-Sabab al-Wahid)
5. Kaidah “Al-‘Ibrah”
Mayoritas
ulama berpendapat bahwa pertimbangan untuk satu lafazh Al-Quran adalah
keumuman lafazh dan bukannya kekhususan sebab (al-‘ibrah bi ‘umum
al-lafzhi la bi khusus as-sabab). Di sisi lain, ada juga ulama yang
berpendapat bahwa ungkapan satu lafazh Al-Quran harus dipandang dari
segi kekhususan sebab bukan dari segi keumuman lafazh (al-‘ibrah bi
khusus as-sabab la bi’umum al-lafazh).
BAB IV
Munasabah Al-Quran
1. Pengertian Munasabah
Istilah
munasabah digunakan dalam ‘illat dalam bab qiyas, dan berarti Al-wasf
Al-muqarib li Al-hukm (gambaran yang berhubunngan dengan hukum). Istilah
munasabah diungkapkan pula dengan kata rabth (pertalian).
a. Secara etimologi: Al-Musyakalah (keserupaan) dan Al-Muqarabah (kedekatan)
b. Secara terminology:
1) Menurut
az-Zarkasyi: “Munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami. Tatkala
dihadapkan pada akal, pasti akal itu akan menerimanya.”
2) Menurut
Manna’ Al-Qaththan: “Munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa
ungkapan didalam satu ayat atau antarayat pada beberapa ayat, atau
antarsurat (di dalam Al-Quran).”
3) Menurut
Ibn Al-‘Arabi: “Munasabah adalahketerikatan ayat-ayat Al-Quran sehingga
seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan
keteraturan redaksi. Munasabah merupakan ilmu yang sangat agung. ”
4) Menurut
Al-Biqa’i: “Munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alas
an-alasan dibalik susunan atau urutan bagian-bagian Al-Quran, baik ayat
dengan ayat atau surat dengan suarat.”
2. Cara Mengetahui Munasabah
a. Harus diperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek pencarian.
b. Memperhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat.
c. Menentukan tingkatan uraian-uraian itu, apakah ada hubungannya atau tidak.
d. Dalam mengambil kesimpulannya, hendaknya memperhatikan ungkapan-ungkapan bahasannya dengan benar dan tidak berlebihan.
3. Macam-macam Munasabah
a. Munasabah antarsurat dengan surat sebelumnya.
b. Munasabah antarnama surat dan tujuan turunnya.
c. Munasabah antarbagian suatu ayat.
d. Munasabah antarayat yang letaknya berdampingan.
e. Munasabah antarsuatu kelompok ayat dengan kelompok ayat disampingnya.
f. Munasabah antarFashilah (pemisah) dan isi ayat.
g. Munasabah antarawal surat dengan akhir surat yang sama.
h. Munasabah antarpenutup suatu surat dengan awal surat berikutnya.
4. Urgensi dan Kegunaan Mempelajari Munasabah
a. Dapat
mengembangkan sementara anggapan orang yang menganggap bahwa tema-tema
Al-Quran kehilangan relevansi antara satu bagian dengan bagian yang
lainnya.
b. Mengetahui
persambungan atau hubungan antara bagian Al-Quran baik antara
kalimat-kalimat atau ayat-ayat maupun surat-suratnya yang satu dengan
yang lain, sehingga lebih memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan
kemukjizatannya.