Pencarian Untuk Blog Ini

Biografi KH. Muhammad Ilyas Ruhiat



Kyai yang santun dan jujur

Mantan Rois Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (1994-1999) dan Pemimpin Pondok Pesantren Cipasung Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, KH Muhammad Ilyas Ruchyat meninggal dunia hari Selasa 18 Desember 2007 pukul 16.15 di kediamannya di Pondok Pesantren Cipasung karena sakit.
Ajengan Cipasung kelahiran 13 Januari 1934 yang mantan anggota MPR Utusan Daerah Jawa Barat (1992-1997) dan anggota DPA Komisi Kesra (1998-2003), itu meninggalkan tiga anak dan 11 cucu. Sementara isterinya, Hj Dedeh Fuadah, telah meninggal dunia enam bulan sebelumnya, juga karena sakit. Jenazah almarhum dimakamkan Rabu (18/12/2007) di pemakaman keluarga di kompleks pesantren tersebut.
Putra sulung almarhum, Acep Zamzam Noor, mengatakan sebulan terakhir ayahnya dirawat di rumah karena komplikasi stroke, jantung, dan diabetes. Sebelumnya dirawat di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, selama dua bulan. Kemudian dibawa pulang, karena dokter menyatakan sudah bisa dirawat di rumah.
Almarhum sudah menderita diabetes sejak tahun 1970-an. Dalam lima tahun terakhir sudah terkena stroke ringan tiga kali. “Yang terakhir kali mengakibatkan almarhum sudah tidak ingat apa-apa lagi. Bahkan, selama ini almarhum sudah tidak bisa lagi berkomunikasi,” tutur Acep. Saat detik-detik menghembuskan nafas terakhir, almarhum didampingi dua puterinya, Neng Ida Nurhalida dan Enung Nur Saidah, serta sejumlah kerabat dan santri.
Ribuan santri dan para pelayat dari berbagai daerah ikut menyalatkan jenazah almarhum di masjid di lingkungan pesantren menjelang magrib sekitar pukul 17.30.

http://muzzymusthofa.wordpress.com

Biografi K. H. Abdul Wahid Hasyim: Berprestasi di Usia Muda

Biografi K. H. Abdul Wahid Hasyim: Berprestasi di Usia MudaK. H. Abdul Wahid Hasyim lahir pada 1 Juni 1914. Ia adalah putera kelima dari pasangan K. H. Hasyim Asy’ari dengan Nyai Nafiqah binti K. Ilyas. Abdul Wahid sangatlah cerdas. Pada saat kanak-kanak, ia sudah pandai membaca al-Quran. Ia khatam al-Quran ketika berusia tujuh tahun. Selain mendapat bimbingan langsung dari ayahnya, ia juga belajar di Madrasah Salafiyah di Pesantren Tebuireng.
Abdul Wahid tidak pernah mengenyam pendidikan di sekolah pemerintah kolonial. Meskipun begitu, pada usia 15 tahun, ia sudah mengenal huruf latin dan menguasai bahasa Inggris dan Belanda. Saat berusia 18 tahun, ia berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan memperdalam ilmu agama. Di tanah suci, ia belajar selama dua tahun. Sepulang dari Mekkah, ia banyak menerima tawaran untuk aktif di perhimpunan atau organisasi pergerakan. Akhirnya, ia memutuskan untuk bergabung bersama Nahdlatul Ulama. Pada tahun 1938, ia menjadi pengurus NU ranting Cukir. Beberapa waktu kemudian, ia dipercaya menjadi ketua NU Jombang. Pada tahun 1940, HBNO mengesahkan Departemen Ma’arif (pendidikan) untuk dipimpin olehnya. Inilah awal keterlibatan Abdul Wahid Hasyim dalam kepengurusan NU di tingkat pusat (PBNU).
Meskipun dikenal sebagai pemimpin nasional yang berpikiran maju, K. H. Abdul Wahid Hasyim tetap memiliki sifat tawadhu. Hal itu, bisa dilihat ketika berbicara dengan sang ayah, K. H. Hasyim Asy’ari. Ia selalu berbicara dengan bahasa kromo inggil (Jawa halus). Padahal, ayahnya mengajak bicara dalam bahasa Arab. Salah satu kegemarannya adalah berkirim surat. Surat-surat itu umumnya berisi pandangan politik, arah perjuangan, dan cita-cita. Segalanya ditulis dalam bahasa menarik, lancar, dan dibumbui dengan humor segar.
Ketika Jepang masuk ke Indonesia, K. H. Wahid Hasyim ditunjuk menjadi Ketua Majlis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Selain mengadakan pergerakan politik melalui Masyumi, ia juga mengembangkan pendidikan di kalangan umat Islam. Pada tahun 1944, ia mendirikan Sekolah Tinggi Islam di Jakarta. Ia juga merintis pembentukan Hizbullah sebagai sayap “militer” yang membantu perjuangan umat Islam dalam merebut kemerdekaan. Perhatiannya pada dunia pendidikan sangat besar. Saat menjadi Menteri Agama pada 1950, ia mengeluarkan peraturan berdirinya Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) yang kini menjadi IAIN (UIN).
Karier Wahid Hasyim dalam pentas politik nasional terus melejit. Saat Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), ia menjadi salah satu anggota termuda dari 62 anggota. Ia juga merupakan tokoh termuda dari sembilan tokoh nasional yang menandatangani Piagam Djakarta, sebuah piagam yang melahirkan proklamasi dan konstitusi negara.
Dalam kabinet yang dibentuk Presiden Soekarno pada September 1945, ia ditunjuk menjadi Menteri Negara. Demikian juga dalam Kabinet Syahrir pada 1946. Ketika KNIP dibentuk, ia menjadi anggota mewakili Masyumi dan meningkat menjadi anggota BPKNIP tahun 1946. Setelah berdirinya RIS, dalam Kabinet Hatta tahun 1950, ia diangkat menjadi Menteri Agama.
Pada 18 April, K. H. Wahid Hasyim bermaksud pergi ke Sumedang untuk menghadiri rapat NU. Ia ditemani puteranya, Abdurrahman Wahid (Gusdur). Ketika memasuki Cimindi, mobil yang ditumpanginya selip. Sopirnya tidak bisa menguasai kendaraan. Bagian belakang mobil membentur truk hingga K. H. Wahid Hasyim terlempar keluar mobil. Sejak kecelakaan itu, ia pingsan hingga akhirnya wafat pada 19 April 1953 dalam usia 39 tahun. Jenazahnya dimakamkan di PesantrenTebuireng, Jombang.
*) Dari berbagai sumber

*Semua ilustrasi dan gambar di Blog Serunai Hati bersumber dari image google*

"Anda sedang membaca artikel atau pun makalah tentang Biografi K. H. Abdul Wahid Hasyim: Berprestasi di Usia Muda dan Anda bisa menemukan artikel atau pun makalah Biografi K. H. Abdul Wahid Hasyim: Berprestasi di Usia Muda ini dengan url http://serunaihati.blogspot.com/2012/09/biografi-k-h-abdul-wahid-hasyim.html, Anda boleh menyebarluaskannya atau mengcopypaste-nya jika artikel atau pun makalah Biografi K. H. Abdul Wahid Hasyim: Berprestasi di Usia Muda ini sangat bermanfaat bagi Anda sekalian, namun jangan lupa untuk meletakkan link Biografi K. H. Abdul Wahid Hasyim: Berprestasi di Usia Muda sebagai sumbernya. Terima kasih."
dari : http://serunaihati.blogspot.com

Penghulu Haji Hasan Mustapa



Haji Hasan Mustapa (1852-1930) adalah seorang ulama, penghulu, dan pujangga besar Sunda. Ia pernah menjadi kepala penghulu di Aceh pada zaman Hindia Belanda dan banyak menulis tentang masalah agama Islam dan tasawuf dalam bentuk guritan (pusisi yang berirama dalam bahasa Sunda).

Hasan Mustafa lahir pada 3 Juni 1852 di Cikajang, Garut dan hidup dalam lingkungan menak (bangsawan Sunda), tetapi berorientasi pada pesantren. Ayahnya bernama Mas Sastramanggala, setelah naik haji disebut Haji Usman, seorang camat perkebunan. Meski demikian sejak kecil Hasan Mustapa tidak dididik di sekolah, melainkan disuruh belajar di pesantren. Setelah belajar mengaji dari orangtuanya, belajar qiraah dari Kiai Hasan Basri, seorang ulama dari Kiarakoneng, Garut, dan dari seorang qari yang masih berkerabat dengan ibunya.

Dalam usia 8 tahun ia dibawa ke Mekah oleh ayahnya untuk menunaikan ibadah haji, dan tinggal disana selama setahun untuk belajar bahasa Arab dan membaca al-Quran. Sepulangnya dari Mekah kemudian belajar di berbagai pesantren di Garut dan Sumedang. Ia belajar dasar-dasar ilmu nahwu dan shorf (tata bahasa Arab) dari Rd. H Yahya, seorang pensiunan penghulu di Garut. Kemudian belajar dari Abdul Hasan, seorang kiai dari Sawahdadap, Sumedang. Setelah itu ia belajar kepada Kiai Muhammad Irja, murid Kiai Abdul Kahar, seorang kiai terkenal dari Surabaya dan murid dari Kiai Khalil Madura, pemimpin Pesantren Bangkalan, Madura.

Pada tahun 1874, ia kembali berangkat ke Mekah dan menetap disana selama kira-kira 8 tahun untuk memperdalam agama Islam. Disana ia belajar kepada Syekh Muhamad, Syekh Abdulhamid Dagastani atau Sarawani, Syekh Ali Rahbani, Syekh Umar Syami, Syekh Mustafa al-Afifi, Sayid Abubakar al-Sathahasbulah, Syekh Nawawi Al-Bantani, Abdullah Al-Zawawi, dan lain lain. Pada waktu itu Hasan Mustapa sendiri sudah mengajar di Masjidil Haram. Di Mekah juga ia berkenalan dengan Christiaan Snouck Hurgronje dan hubungan keduanya menjadi akrab.

Hasan Mustafa kemudian meninggalkan Mekah pada tahun 1882. Ia dipanggil pulang oleh RH. Muhammad Musa, penghulu Garut pada masa itu, untuk meredakan ketegangan akibat perbedaan paham di antara para ulama di Garut. Setelah berhasil memadamkan pertikaian paham itu, ia lalu mendirikan pesantren di Sindangbarang, Garut.

Pada tahun 1889 ia diminta oleh Snouck Hurgronje untuk mendampinginya dalam perjalanan keliling Jawa dan Madura menemui para kiai terkenal sambil menyelidiki kehidupan agama Islam dan folklor. Waktu itu Snouck Hurgronje menjabat sebagai penasihat pemerintah Hindia Belanda tentang masalah Bumiputra dan Arab.

Atas usul Snouck Hurgronje, pemerintah Belanda kemudian mengangkat Haji Hasan Mustafa menjadi kepala penghulu di Aceh pada tanggal 25 Agustus 1893. Pada tahun 1895 ia kembali ke Bandung dan menjadi penghulu Bandung sampai pensiun pada 1918.

Sekitar tahun 1900 ia menulis lebih dari 10.000 bait Dangding yang mutunya dianggap sangat tinggi oleh para pengeritik sastra Sunda. Karya tersebut umumnya membahas masalah Suluk, terutama membahas hubungan antara hamba (kaula) dengan Tuhan (Gusti). Metafora yang sering yang sering digunakannya untuk menggambarkan hubungan itu ialah seperti rebung dengan bambu, seperti pohon aren dengan caruluk (bahan aren), yang menyebabkan sebagian ulama menuduhnya pengikut mazhab Wihdatul Wujud. Sebagai bantahan terhadap tuduhan itu, ia menulis Injazu'l-Wa'd, fi ithfa-I- r-Ra'd (membalas kontan sekalian membekap guntur menyambar) dalam bahasa Arab yang salah satu salinan naskahnya masih tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden.

Karya-karyanya yang pernah dicetak dan dijual kepada umum adalah Bab Adat-Adat Urang Sunda Jeung Priangan Liana ti Éta (1913), esei tentang suku Sunda, diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan Belanda (1977); Leutik Jadi Patélaan Adatna Jalma-Jalma di Pasundan (1916); Pakumpulan Atawa Susuratanana Antara Juragan Haji Hasan Mustafa Sareng Kyai Kurdi (1925); Buku Pengapungan (Hadis Mikraj, tahun 1928); dan Syekh Nurjaman (1958). Ia pun menulis buku yang diedarkan untuk kalangan terbatas, seperti Buku Pusaka Kanaga Wara, Pamalatén, Wawarisan, dan Kasauran Panungtungan.

Karya-karyanya yang dipublikasikan dalam bentuk stensilan ialah Petikan Qur’an Katut Abad Padikana (1937) dan Galaran Sasaka di Kaislaman (1937). Selai itu masih ada karya lain yang tidak dipublikasikan dan disimpan oleh M. Wangsaatmadja (sekretarisnya, 1923-1930). Pada tahun 1960 naskah tersebut diketik ulang dan diberi judul Aji Wiwitan (17 jilid). Selain itu, Haji Hasan Mustapa menulis naskah dalam bahasa melayu Kasful Sarair fi Hakikati Aceh wa Fidir (Buku Rahasia Sebetulnya Aceh dan Fidi) yang sampai sekarang naskahnya tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden.

Pada tahun 1977, haji Hasan Mustafa sebagai sastrawan Sunda memperoleh hadiah seni dari presiden Republik Indonesia secara anumerta.

terimakasih :
http://biografinya.blogspot.com

HAMKA (Ulama Autodidak)

Hamka (1908 – 1981) adalah akronim dari Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah. Ia adalah seorang ulama, aktivis politik, dan penulis Indonesia yang terkenal di nusantara. Hamka lahir pada 17 Februari 1908 di kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat. Ayahnya bernama Syekh Abdul Karim bin Amrullah atau dikenal sebagai Haji Rasul, seorang pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau. Belakangan, Hamka mendapat sebutan Buya, panggilan untuk orang Minang yang berasal dari kata abi, abuya dalam bahasa Arab, yang berarti ayahku, atau seseorang yang dihormati.
Hamka mendapat pendidikan rendah di Sekolah Dasar Maninjau hingga kelas dua. Ketika berusia 10 tahun, ayahnya telah mendirikan Sumatra Thawalib di Padang Panjang. Di sana, ia mempelajari agama dan mendalami bahasa Arab. Hamka juga pernah mengikuti pelajaran agama dari ulama terkenal, seperti Syekh Ibrahim Musa, Syekh Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjopranoto, dan Ki Bagus Hadikusumo.
Pada 1927, Hamka bekerja sebagai guru agama di Perkebunan Tebing Tinggi, Medan. Lalu, pada 1929 ia menjadi guru agama di Padang Panjang. Kemudian, ia dilantik menjadi dosen Universitas Islam Jakarta dan Universitas Muhammadiyah Padang Panjang dari tahun 1957 – 1958. Setelah itu, ia diangkat menjadi Rektor Perguruan Tinggi Islam Jakarta dan Profesor Universitas Mustopo, Jakarta.
Sejak 1951 hingga 1960, ia diangkat sebagai Pegawai Tinggi Agama oleh Menteri Agama Indonesia. Namun, ia meletakkan jabatan itu. Ketika itu, Soekarno menyuruh ia untuk memilih menjadi pegawai negeri atau aktif dalam Masyumi.
Hamka adalah seorang otodidak dalam berbagai ilmu pengetahuan, baik dari sisi Islam maupun Barat. Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, ia mampu meneliti karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah, Misalnya, Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti, dan Husain Haikal. Melalui bahasa Arab juga, ia meneliti karya sarjana Perancis, Inggris, dan Jerman. Misalnya, Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx, dan Pierre Loti. Ia juga rajin membaca dan bertukar-tukar pikiran dengan tokoh-tokoh terkenal Jakarta. Misalnya, HOS. Tjokroaminoto, Raden Mas Surjopranoto, Haji Fachrudin, Ar Sutan Mansur, dan Ki Bagus Hadikusumo.
Hamka juga aktif dalam gerakan Islam melalui oraganisasi Muhammadiyah. Ia mengikuti pendidikan Muhammadiyah mulai tahun 1925 untuk melawan khurafat, bid’ah, tarekat, dan kebatinan sesat di Padang Panjang.
Biografi Buya Hamka: Ulama Otodidak
Tahun 1928, ia menjadi Ketua Cabang Muhammadiyah di Padang Panjang. Pada tahun 1929, Hamka mendirikan pusat latihan pendakwah Muhammadiyah. Dua tahun kemudian, ia menjadi konsultan Muhammadiyah di Makassar. Kemudian, ia juga terpilih menjadi ketua Majlis Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat oleh Konferensi Muhammadiyah. Ia menggantikan S.Y. Sutan Mangkuto pada 1946.
Pada tahun 1947, Hamka diangkat menjadi Ketua Barisan Pertahanan Nasional Indonesia. Pada 1953, Hamka terpilih sebagai Penasihat Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Pada 26 Juli 1977, Menteri Agama Indonesia, Prof. Dr. Mukti Ali melantik Hamka sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia. Namun, pada 1981 ia meletakkan jabatan tersebut karena nasihatnya tidak dipedulikan oleh pemerintah Indonesia.
Dari 1964 hingga 1966, Hamka selalu dipenjarakan oleh Presiden Soekarno. Ia dituduh pro-Malaysia. Selama di penjara, ia menulis Tafsir Al-Azhar yang merupakan karya ilmiah terbesarnya. Setelah keluar dari penjara, ia diangkat sebagai anggota Badan Musyawarah Kebajikan Nasional Indonesia, anggota Majelis Perjalanan Haji Indonesia, dan anggota Lembaga Kebudayaan Nasional Indonesia.
Selain aktif dalam soal keagamaan dan politik. Hamka juga seorang wartawan, penulis, dan editor. Sejak 1920-an, ia menjadi wartawan beberapa surat kabar, seperti Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam, dan Seruan Muhammadiyah. Pada 1928, ia menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat. Pada 1932, ia menerbitkan majalah Al-Mahdi di Makasar. Ia juga pernah menjadi editor majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat, dan Gema Islam.
Hamka juga menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya kreatif, seperti novel dan cerpen. Karya ilmiah terbesarnya adalah Tafsir Al-Azhar (5 jilid). Di antara novel-novelnya yang mendapat perhatian umum dan menjadi buku teks sastra di Malaysia dan Singapura adalah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk, Di Bawah Lindungan Ka’bah, dan Merantau ke Deli.
Hamka pernah menerima beberapa anugerah pada peringkat nasional dan antarabangsa, seperti kehormatan Doctor Honoris Causa, Universitas Al-Azhar pada 1958, Doktor Honoris Causa, Universitas Kebangsaan Malaysia pada 1974, dan gelar Datuk Indono dan Pangeran Wiroguno dari pemerintah Indonesia.
Hamka wafat pada 24 Juli 1981. Jasa dan pengaruh Hamka masih tersisa hingga kini dalam memartabatkan agama Islam. Ia bukan saja diterima sebagai tokoh, ulama, sastrawan di tanah kelahirannya. Jasa Hamka juga dikenal di Malaysia dan Singapura.

*) Dari berbagai sumber

*Semua ilustrasi dan gambar di Blog Serunai Hati bersumber dari image google*

"Anda sedang membaca artikel atau pun makalah tentang Biografi Buya Hamka: Ulama Otodidak dan Anda bisa menemukan artikel atau pun makalah Biografi Buya Hamka: Ulama Otodidak ini dengan url http://serunaihati.blogspot.com/2012/10/biografi-buya-hamka-ulama-otodidak.html, Anda boleh menyebarluaskannya atau mengcopypaste-nya jika artikel atau pun makalah Biografi Buya Hamka: Ulama Otodidak ini sangat bermanfaat bagi Anda sekalian, namun jangan lupa untuk meletakkan link Biografi Buya Hamka: Ulama Otodidak sebagai sumbernya. Terima kasih."
dari : http://serunaihati.blogspot.com

CARA GANTI NAMA FB YANG SUDAH LIMIT TERBARU TANPA HACK



 Assalammua'laikum Wr.Wb

Selamat malam, pagi, siang, maupun dini hari,, wkwkwk
nih ane mau berbagi trick soal ganti nama Facebook yg udah limit-selimit limitnya..
langsung aje nih step by step

Yang pertama silahkan login dulu di akun fb sobat dan setelah itu kunjungi linknya https://www.facebook.com/help/contact/?id=245617802141709

Untuk caranya: 1. isi nama dalam kolom pertama,
kedua dan ketiga sesuai yang anda kehendaki

2. Isi alasan anda dalam kolom yang
mempertanyakan kenapa anda
harus mengganti nama akun fb anda.
Terserah anda,,Bisa juga dalam
bahasa indonesia bagi anda
yang kurang terlalu lancar dalam bahasa inggris.

3. Upload tanda pengenal anda
seperti ktp,sim,kartu pelajar dll
Bagi yang masih bingung bisa
langsung cari saja di google
image bisa dengan kata
kunci "kartu tanda pengenal"
atau sesuai kehendak anda.
Setelah itu upload dan click"KIRIM"

4. Kalau sudah succes tunggu
bebarapa waktu sampai anda
mendapat inbok dari pihak
facebook dan cek email anda.

5. Step terakhir tunggu sampai 24 jam
untuk konfirmasi nama akun fb baru anda.


oke sip sekian aje trik dan tips dari ane,, wkwkk

Wa'allaikum Salam Wr.Wb

terimakasih :
http://netty.pun.bz




PGRI = P2KSRI

 Oleh : Drs. Asep Saepullah


Catatan ini merupakan rangkaian tulisan KADO HARKITNAS UNTUK PGRI yang telah terbit di HU. Mitra Dialog, Sabtu 17 Mei 2008 halaman 6, dimana keprihatinan yang dipaparkan adalah bentuk sketsa keberadaan PGRI. Dalam tulisan ini, penulis mempertegas isi dari tulisan tersebut. Mengapa hal ini perlu dipertegas ? asumsi penulis adalah supaya apa yang diharapkan dapat diapresiasi oleh para pembaca yang terlibat langsung atau tidak langsung di dunia pendidikan.
Momen untuk mendudukan PGRI kepada makomnya yaitu guru sebenarnya sudah diberi kesempatan pada 11 tahun yang lalu, ketika terjadi pergerakan masa besar-besaran dalam rangka usaha mereformasi para penyelenggara NKRI. Pada waktu itu oknum-oknum pejabat struktural yang memanpaatkan PGRI ramai-ramai keluar dari kepengurusan PGRI. Namun kesempatan ini ternyata disia-siakan, padahal ini adalah kesempatan yang paling berharga untuk meningkatkan kedudukan guru yang pada hakekatnya sudah tinggi tetapi pada sariatnya belum.
Kita semua tahu, pejabat apapun suka melontarkan saya kalau tidak ada guru tidak akan bisa menjadi seperti sekarang ini, saya berkarir sampai akhirnya menduduki jabatan semuanya tidak terlepas dari jasa guru-guru saya
Akan tetapi sayang, ternyata ungkapan kata itu hanya cukup sampai tidak terlepas dari jasa guru-guru saya selanjutnya mereka meninggalkan guru dengan segala keprihatinannya. Mereka sekarang sudah berubah jadi monster yang siap membunuh gurunya.
Reformasi 11 tahun yang lalu, sampai sekarang kurang menampakan keberpihakan PGRI terhadap guru. Sebagai salah satu contoh misalnya Sertifikasi Guru dimana teknis yang dioperasionalkan untuk guru mendapat sertifikasi disamakan dengan kegiatan cerdas cermat atau cepat tepat. Sama dengan proses rekrutmen guru menjadi kepala sekolah, siapa yang cerdas dan cermat memanfaatkan situasi serta cepat dan tepat dalam melakukan lobi/ pendekatan, dia-lah yang akan menjadi kepala sekolah.
Solusi untuk memecahkan permasalahan tersebut, sebenarnya dapat mengadopsi dari proses kegiatan yang dilaksanakan oleh pejabat struktural. Dimana reward dan finishman berlaku disana. 

Penulis adalah Pengurus Pimpinan Cabang GP Ansor dan FKGBI Kabupaten Kuningan, GB SMPN 2 Cilimus tinggal di Dusun Wage RT.20/07 Desa Bojong Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan.

KADO HARKITNAS UNTUK PGRI












Oleh : Drs. Asep Saepullah

Permasalahan PGRI
Kalau kita bagi anggota Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), terbagi menjadi dua jenis anggota dan dua kategori anggota. Dua Jenis anggota yaitu anggota yang memimpin (Pengurus) dan anggota yang dipimpin. Adapun kategori anggota yaitu anggota aktif dan anggota pasif.
Dari dua jenis dan dua kategori inilah kemudian berkembang menjadi bermacam-macam karakter, sifat dan perilaku, tergantung dari bawaan dan lingkungan yang mencetaknya. Sudah dapat dipastikan akibat dari pengaruh bawaan dan juga lingkungan, maka setiap individu memiliki sikap yang berbeda-beda dalam menilai dan mengikuti keberadaan PGRI.
Maka ketika seseorang terjun menjadi anggota PGRI kiprahnya-pun bermacam-macam. Hal ini tergantung kepada motivasi -nya, apakah untuk sekedar trend atau sekedar batu loncatan. Yang sekedar trend biasanya anggota semacam ini hanya punya Kartu Anggota, sedangkan yang sekedar batu loncatan adalah anggota yang pandai memanpaatkan posisi/ kedudukannya untuk tujuan-tujuan tertentu.
Kecenderungan anggota PGRI yang kedua ini, biasanya demi kepentingan pribadi dan kelompok tertentu.
Misalnya dengan jadi anggota PGRI tujuannya ingin mengubah status dari yang tadinya Guru menjadi Kepala Sekolah atau Kepala Dinas, dan lain-lain.
Masih sah atau layakah mereka jadi anggota PGRI ?
Menurut penulis, seorang Guru yang berubah status menjadi Kepala Sekolah, dll. Sebagai anggota PGRI masih sah, tetapi sudah tidak layak lagi menjadi Pengurus PGRI. Dikarenakan sangat memungkinkan Guru yang menjadi Pengurus PGRI dan sudah berubah status, kecenderungan memihak kelompok tertentu selain Guru akan semakin kental. Sebab disamping sudah terkooptasi oleh kedudukannya ( sebagai Kepala Sekolah, dll ), mereka juga takut jabatannya terganggu.
Karena takut terganggu, akhirnya ketika ada hal-hal yang dapat merugikan kepentingan Guru/pendidikan. akan lebih cenderung kurang memihak kepentingan guru bahkan adakalanya membantu memuluskannya.
Legowokah mereka mundur dari jabatannya sebagai Pengurus PGRI ?
Ada dua kelegowoan yang akan muncul apabila hal ini diangkat kepermukaan yaitu legowo terpaksa dan atau legowo dipaksa. Legowo terpaksa, dikarenakan faktor intern dan murni atas kehendaknya sendiri tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak lain / luar. Legowo dipaksa, disebabkan adanya faktor eksternal, dimana mundurnya dikarenakan oleh adanya akumulasi kesalahan dan kekeliruan sehingga mengakibatkan didesak oleh para anggota untuk mundur dari jabatanya sebagai pengurus PGRI.
Betulkah PGRI itu Besar tetapi Kecil ?
Ada orang yang berpendapat bahwa kalau kita mau besar harus melepaskan yang kecil, tetapi adapula yang berpendapat kalau kita mau besar harus merangkul yang kecil. Dimana pendapat ini, menurut penulis rasa kedua-duanya benar. Dikarenakan mempunyai korelasi dan substansi yang berbeda. Yang pertama hubungannya dengan kekuasaan, dan yang kedua hubungannya dengan pengabdian, dimana keduanya seperti dua sisi mata uang yang tidak bisa terpisahkan.
Contoh : Ketika seseorang ingin suatu kekuasaan yang terpikir dalam benaknya adalah bagaimana menyingkirkan atau menghilangkan cucuk / duri yang ada dalam tubuhnya (tubuh disini adalah Organisasi). Salah satu bentuk upaya/usaha yang dilakukannya, dengan cara melakukannya sendiri (seolah-olah berprestasi, padahal cuma numpang beken / nama) dan ada pula dengan cara lempar batu sembunyi tangan.
Kita ambil kasus FKGBI di Kabupaten Kuningan & Majalengka yang secara langsung atau tidak langsung ada keterikatan emosional dengan PGRI.
Sudah kita ketahui bersama di Kabupaten Kuningan ada yang namanya FKGBI (Forum Komunikasi Guru Bantu Indonesia) dimana Organisasi ini ada disemua tingkatan mulai dari Kecamatan sampai tingkat Nasional. Moto juangnya pun jelas yaitu MAJU BERSAMA MENANG BERSAMA, ini artinya teman-teman Guru Bantu (GB) dituntut untuk secara bersama-sama memikirkan, mengusahakan dan memperjuangkan teman-teman GB yang belum alih status dari GB ke CPNS / PNS, atau dengan kata lain jika masih ada Guru Bantu yang belum alih status jadi CPNS / PNS maka kurang atau bahkan tidak etis dan belum layak kita memikirkan hal-hal lain diluar itu seperti misalnya membubarkan FKGBI.
Karena ada diantara pengurus FKGBI yang terobsesi oleh suatu kekuasaan/ kedudukan, maka akhirnya dengan tega-teganya mereka menggunting dalam lipatan menjegal teman seiring. Dengan cara mengadakan konspirasi, mengkondisikan teman-teman Pengurus GB yang kurang / tidak mengerti duduk persoalan atas keberadaan FKGBI. Kemudian mereka bersama-sama, menyepakati diselenggarakan -nya pembubaran FKGBI.
Di Kabupaten Majalengka beda lagi, karena keberadaan FKGBI dianggap makanan yang bisa mendatangkan penyakit, maka kemudian ada pejabat yang alergi terhadap keberadaan FKGBI. Mereka menghendaki agar FKGBI Kabupaten Majalengka dibubarkan. Kenapa hal ini bisa terjadi ?
Hal ini bisa terjadi, karena ada simbiosis mutualisme diantara peran pejabat / birokrasi dengan oknum pengurus PGRI, sebab mereka tidak/kurang menghendaki Guru menjadi besar bersama PGRI.
Fenomena ini, bisa diamati dari kentalnya muatan2 politis birokratis. Kita tahu sepuluh tahun kebelakang (sebelum tahun 1998), yang namanya PGRI menjadi ajang rebutan pejabat. Namun ketika Reformasi bergulir, mereka (pejabat) rame-rame meningggalkan PGRI. Sekarang setelah Reformasi menampakan kemandulannya, PGRI mulai dilirik lagi. Caranya dengan memanpaatkan oknum Pengurus PGRI yang terobsesi ingin jadi pejabat di birokrasi. Tujuannya tidak lain adalah supaya niat-niat busuk yang biasa mereka lakukan dapat berjalan mulus kembali. Seperti menyunat hak-hak Guru, mengkorupsi jatah Guru/pendidikan, dsb.
Apabila semuanya ini terjadi, dapat disimpulkan bahwa PGRI itu besar tetapi kecil. Besar karena sebagian besar Guru menjadi Anggota PGRI, kecil karena peran dan hak-hak guru dikebiri/ disunat oleh adanya kepentingan pribadi dan kelompok tertentu.
Penulis berasumsi jika Guru dan organisasi PGRI ingin besar mulai saat ini Guru perlu mereaktualisasi peranan-nya di PGRI dan mereposisi Pengurus PGRI yang sudah berubah status dari yang tadinya Guru menjadi Kepala Sekolah, Kepala Dinas, dll.
Guru perlu mereaktualisasi dirinya di PGRI, karena organisasi PGRI itu milik Guru bukan milik Kepala Sekolah, dll. Walaupun memang mereka pada awalnya dari guru, tetapi status-nya bukan Guru lagi. Adapun nanti dikemudian hari mereka kembali jadi guru lagi, itu lain lagi persoalannya. Bagaimana dengan Dosen ? pada hakekatnya mereka sama dengan Guru, namun ketika Dosen itu mempunyai jabatan intinya di birokrasi, hal ini pun lain lagi persoalannya. Beda dengan yang jabatan intinya sebagai Dosen, bagi yang jabatan intinya Dosen, mereka layak menjadi pengurus PGRI.
Dengan adanya restrukturisasi/ reposisi bagi mereka yang kedudukannya bukan Guru lagi adalah terciptanya iklim yang sehat, progresif dan dinamis dalam tubuh Kepengurusan PGRI. Diharapkan dengan diberikannya kembali PGRI kepada Guru adalah agar Guru yang memiliki kompetensi bersedia mengaktualisasikan dirinya di PGRI. Sebab penulis melihat, banyak Guru yang memiliki kualitas kepemimpinan yang mumpuni dan kredibilitasnya lebih baik mengambil sikap kurang peduli terhadap PGRI, salah satu penyebabnya adalah sebagian besar dari mereka melihat bahwa pada saat ini, organisasi yang menaunginya (PGRI) masih dijadikan sebagai alat kekuasaan dan bukan alat penguasaan.
Sebagai cerminan, mari kita melihat dan berguru atau meniru kepada sebuah Partai yang tadinya kecil sekarang mulai besar, karena mereka / kader tahu mana KEKUASAAN dan mana PENGUASAAN. Contohnya ketika diantara kader mereka berkuasa misalnya menjadi Walikota, Bupati, Gubernur ataupun wakilnya, dengan ikhlas/ legowo mereka melepaskan jabatannya di Partai.
Pertanyaannya adalah maukah Pengurus PGRI yang sekarang mereka jadi Kepala Sekolah, dll. bersedia mengundurkan diri dari Pengurus PGRI ?
Wallahualam bisowab.
Penulis : Guru SMPN 1 Cigandamekar, Pengurus PC GP Ansor Kab. Kuningan dan Kordiv. Advokasi FKGBI Jawa Barat. Tinggal di Jln. SMPN 1 Cilimus Dusun Wage Desa Bojong Kec. Cilimus Kabupaten Kuningan. HP. 08 15721 22468
Telah terbit di KABAR CIREBON, Kamis 07 April 2011 Halaman 12

MENYIKAPI SESES ANGGOTA DPR DAN DPD RI



Oleh : Drs. Asep Saepullah

Kamis 07 April 2011 merupakan moment bersejarah bagi warga Ciayumajakuning, sebab pada hari itulah para wakil rakyat asal Ciayumajakuning yang sekarang duduk di DPD dan DPR RI akan bersama-sama melihat langsung keadaan saudara, teman dan sahabatnya.
Kenapa disebut moment bersejarah ?
Sebab baru pertama kali ini akan kita lihat keguyuban dan kebersamaan mereka dalam satu misi yaitu terbentuknya Provinsi Cirebon. Untuk itu, dengan penuh rasa haru dan bangga serta rasa hormat perlu diapresiasikan pada ibu Diana Anwar (anggota DPR RI yang lahir dan dibesarkan di Kesambi, kota Corebon) yang secara sukarela siap menjadi mediator sekaligus juga motivator terealisasinya kunjungan para anggota DPD dan DPR RI asal Ciayumajakuning.
Pertanyaannya, bagaimana sikap kita menyambut moment ini ? sikapnya mungkin akan beraneka ragam. Tapi secara garis besar sikap kita akan terbagi menjadi dua sikap yaitu pro dan kontra . Yang pro akan menyambut dengan sikap kenegarawanan, dan yang kontra akan menyambut dengan sikap kesektarianan.
Jelas Terlihat
Dari apa yang pernah penulis baca, baik dari media cetak maupun elektronik, sikap kenegarawanan dan kesektarianan akan jelas terlihat manakala mereka menyikapi suatu persoalan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Bagi mereka yang bersikap kesektarianan akan menilai bahwa kunjungan anggota DPD dan DPR RI asal ciayumajakuning adalah kunjungan kepentingan kelompok elit/kelompok tertentu dimana ujung-ujungnya mereka akan bersikap apriori terhadap niat baik dan ketulusan hati dari kunjungan anggota DPD dan DPR RI asal ciayumajakuning.
Bentuk sikap apriori yang akan mereka tunjukan yaitu dengan cara membangun opini bahwa Provinsi Cirebon adalah suatu hal yang tidak mungkin dapat diwujudkan sebab Pembentukan Provinsi Cirebon merupakan keinginan sekelompok elit tertentu untuk suatu jabatan tertentu dan bukan merupakan keinginan rakyat/warga ciayumajakuning.
Dalam suatu percakapan, terlontar kata apa sih untungya terbentuk Provinsi Cirebon, paling-paling saya mah masih tetap seperti ini, yang saya butuhkan adalah makan bukan terbentuk Provinsi Cirebon
Sikap apriori dan lontaran kata diatas, sama artinya dengan orang yang menginginkan sesuatu tetapi orang tersebut tidak mau berusaha atau dengan kata lain ingin mendapatkan sesuatu dengan cara mengemis/meminta belas kasih orang lain.
Membebani PAD
Mereka yang berpikir sektarian juga memiliki pandangan bahwa dengan berpisahnya wilayah III Cirebon dari Jawa Barat, akan membebani PAD masing-masing Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Mereka berasumsi dana yang diperlukan untuk meng gaji pejabat dan pegawai Provinsi menjadi beban Kabupaten/Kota dimana menurut mereka secara otomatis PAD yang dimiliki Kabupaten/Kota akan tersedot oleh Provinsi. Dengan asumsi seperti ini, mereka menarik kesimpulan jika Provinsi Cirebon terbentuk, maka Kabupaten/Kota yang tergabung dalam Provinsi Cirebon akan semakin sengsara dan tidak dapat mensejahterakan masyarakatnya. Padahal seharusnya mereka tahu dana untuk meng gaji pejabat/pegawai itu 100 % dananya dari Pusat yang terkemas dalam DAU (Dana Alokasi Umum), dan ini jelas PAD yang didapatkan Kabupaten/Kota akan utuh dimana dengan utuhnya PAD masing-masing Kabupaten/Kota dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di masing-masing wilayahnya.
Hasil Kajian
Perlu diketahui oleh kita semua bahwa berdasarkan hasil kajian Tim Ahli/tim pengkaji yang dilakukan pada tahun 2008-2009, wilayah III Cirebon adalah penyumbang PAD terbesar di Jawa Barat, angkanya mencapai 58 % dari PAD Jawa Barat. Angka 58% dalam bentuk rupiah (Rp) atau jika dihitung mencapai angka 9,9 Triliun rupiah. Hitungan ini adalah hitungan minimal yaitu hanya 1% saja yang dilakukan oleh Prof. DR. H. Abdus salam dkk., dapat dipastikan jika hitungan mencapai angka 2% atau 3%, dana yang didapatkan Provinsi Jawa Barat 20 hingga 30 Triliun rupiah. Angka yang cukup pantastis dan cukup signifikan untuk dapat mewujudkan tujuan pembentukan Provinsi Cirebon, antara lain yaitu;
Pertama, Mempercepat pelayanan terhadap pelaksanaan pembangnan masyarakat Ciayumajakuning yang cepat, tepat, dan akurat.
Kedua, Melaksanakan amanat kanjeng Sinuhun Gunung Jati secara langsung INGSUN TITIP TAJUG LAN FAKIR MISKIN.
Ketiga, Pemerataan pembangunan pendidikan, kesehatan serta sektor ekonomi di wilayah Ciayumajakuning.
Keempat, Menanggulangi jumlah penduduk yang semakin tinggi.
Kelima, Mempercepat kesejahteraan masyarakat di wilayah Ciayumajakuning dengan memberdayakan sumbe daya alam, sumber laut demi meng-cover lapangan kerja yang adil, merata, bermartabat yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat.
Keenam, Menggali dan mengembangkan potensi daerah yang kaya sember berbagai aspek, demi kesejahteraan masyarakat Ciayumajakuning.
Ketujuh, Mampu melaksanakan kemandirian, mampu menjawab tantangan secara kompetetif dalam konteks globalisasi.
Kedelapan, Memproteksi potensi daerah yang menjadi sumber PAD sendiri untuk dapat dikembangkan dan dinikmati oleh masyarakat Ciayumajakuning sendiri.
Kesembilan, Menciptakan Good Government dan Clean Governance yang profesional, bersih, aspiratif, produktif serta mampu meningkatkan harkat dan martabat serta mampu berkompetisi demi eksistensi dan kelangsungan hidup masyarakat di masa sekarang maupun di masa yang akan datang.
Demikian tulisan yang dapat penulis suguhkan, dalam rangka menyambut reses anggota DPD dan DPR RI asal Wilayah III Cirebon, yang insya allah kalau tidak ada aral melintang para Bapak dan Ibu wakil rakyat yang sama-sama kita nantikan akan berkunjung mulai tanggal 07 14 April 2011. wilujeng sumping dan selamat berjuang mewujudkan visi dan misi Pembentukan Provinsi Cirebon 2012. Semoga Allah SWT., mengabulkan niat dan itikad baik kita semua serta dicatat sebagai bekal amal soleh kelak kita di alam baqa. Amin
Cilimus, 04 April 2011
Oleh : Asep Saepullah*
apaa

*Pemerhati masalah sosial dan Guru SMPN 1 Cigandamekar
Alamat Penulis : Jln. SMPN 1 Cilimus Dusun Wage RT.20 RW.07 Desa Bojong Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan Phone 085 295 3322 08

KKM SISWA DAN AGEN PEMBELAJARAN

Oleh : Drs. Asep Saepullah

Kodrat manusia sebagai makhluk sosial mendorong manusia ingin dihargai oleh sesamanya. Setiap orang memerlukan penghargaan dari orang lain. Pembentukan konsep diri berasal dari pandangan orang lain terhadap dirinya. Citra diri bersumber dari bagaimana orang lain melihat dirinya. Dari hubungan yang saling menghargai akan terbentuk harga diri seseorang. Siapapun orangnya, apapun kedudukannya, ia butuh dihargai keberadaannya. ( Abdullah dkk ; 2010 : 4 )
Dalam hubungan dengan sesama tersebut terjadi interaksi saling mempengaruhi, saling mengubah, dan saling memperbaiki. Saat anak-anak telah memasuki masa remaja, rasa social berkembang pesat. Keinginan untuk selalu bersama teman sangat kuat. Kebersamaan dengan teman sebaya merupakan situasi yang sangat nyaman buat remaja. Anak mulai menjalin hubungan khusus dengan teman sebaya. Ia mengenal sahabat, sahabat karib, dan teman-teman dekat lainya yang menunjukan kedekatannya dengan orang lain.
Kalau kita lihat dari karakteristik perkembangan fisik/jasmani, menurut Mulyani Sumantri (2007 : 4.3) pada usia SLTP/SMP yaitu usia 12-13 tahun pertambahan tinggi badan anak wanita lebih cepat dibandingkan anak laki-laki tetapi pada usia 14-15 tahun anak laki-laki akan mengejarnya. Oleh karena itu, pada usia sekolah menengah pertama ini dalam diri siswa akan mengalami suasana hati yang semula riang gembira bisa secara mendadak berubah menjadi rasa sedih. Jika hal ini terjadi, dan pendidik tidak peka terhadap kondisi seperti ini, bisa jadi kita memberikan respons yang dapat menghambat perkembangan siswa tersebut.
Remaja Awal dan Masalahnya
Pada jenjang anak usia remaja awal, yaitu dimana perkembangan fisik/jasmani sudah mulai terbentuk organ-organ manusia dewasa banyak dijumpai aneka ragam sikap yang kadang kadang kita sebagai manusia dewasa dibuat tidak berdaya untuk mengatasinya. Anak yang tidak terkendala oleh pengaruh perkembangan fisik/jasmani biasanya akan tumbuh menjadi seperti manusia dewasa, akan tetapi jika mereka terkendala oleh pengaruh perkembangan fisik/jasmaninya perlu mendapat penanganan khusus. Sebab menurut Abdullah (2010 : 19 ) pada usia remaja awal hubungan teman sebaya mempunyai arti penting, dimana kadang-kadang teman sebaya lebih penting dari pada orang tuanya sendiri. Dampak dari keadaan ini berpengaruh pada sikap dan perilaku anak didik di sekolah baik dalam pergaulan/ bersosialisasi maupun dalam proses belajar mengajar, terutama di dalam pencapaian Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang diharapkan lembaga pendidikan/institusi sekolah.
Tilik Prestasi dalam Blunder
Memang ada banyak metode pembelajaran yang dapat kita lakukan dalam proses belajar mengajar untuk mendapatkan hasil yang maksimal, akan tetapi disisi lain waktu mengikat itu semua. Tidak sedikit upaya yang dapat dilakukan namun kesempatan itu sirna ditelan masa.
Sebagai bahan pokok kajian dapat dilihat dari 3 sampel kelas VIII (delapan) dengan KKM ( Kriteria Ketuntasan Minimal ) 76 untuk mata pelajaran IPS Terpadu.
Daftar hasil Ulangan Akhir Semester Ganjil
Tahun Pelajaran 2011/2012
NO NAMA KELAS PEROLEHAN NILAI JUMLAH
100 s.d 76 75 s.d 60 59 s.d 10
1 VIII (Delapan) A 7 siswa 17 siswa 17 siswa 41 siswa
2 VIII (Delapan) B 9 siswa 9 siswa 23 siswa 41 siswa
3 VIII (Delapan) C 2 siswa 8 siswa 31 siswa 41 siswa
JUMLAH 18 siswa 34 siswa 71 siswa 123 siswa
Daftar hasil Ulangan Tengah Semester (UTS)
Tahun Pelajaran 2011/2012
NO NAMA KELAS PEROLEHAN NILAI JUMLAH
100 s.d 76 75 s.d 60 59 s.d 10
1 VIII (Delapan) A 20 siswa 9 siswa 12 siswa 41 siswa
2 VIII (Delapan) B 10 siswa 15 siswa 16 siswa 41 siswa
3 VIII (Delapan) C 20 siswa 11 siswa 10 siswa 41 siswa
JUMLAH 50 siswa 35 siswa 38 siswa 123 siswa
Ditilik dari hasil ulangan di atas, kita dapat menelaah bahwa tidak semua siswa yang memiliki nilai rendah pada ulangan akhir semester ganjil selalu mendapatkan nilai rendah pada ulangan tengah semester. Hal ini sebagai indikasi adanya peningkatan minat belajar siswa terhadap materi yang dipelajari pada semester genap. Dimana hal ini menurut Lonnerberg dalam Papalia dan Olds ( 1992 : 10) yang disitir Abdullah 4.16 tidak terlepas dari 3 (tiga) factor dominan yang mempengaruhi perkembangan kepribadian yang digambarkan secara fungsional sebagai berikut
P = f (H, E, T)
Keterangan :
P adalah person yaitu perilaku atau pribadi anak sekolah menengah sebagai perwujudan dari perkembangan.
f adalah fungsi dari H = Heridity atau pembawaan, E = Environment yaitu lingkungan sekitar individu, dan T = Time yaitu saat tibanya masa peka atau kematangan.
Bertolak dari gambaran di atas bahwa keterikatan hidup siswa dengan hasil belajar salah satunya dipengaruhi oleh teman sebaya atau kelompoknya (lingkungan sekitar individu). Contoh konkrit dari adanya kebiasaan belajar kelompok Tuti, Utin, Mila dan teman-temannya, dimana sebelum mereka mengadakan belajar kelompok ada diantara temannya yang nilainya diantara 59 s.d 10 meningkat masuk di kategori nilai 100 s.d 76. Oleh karena itu Conger dalam Abin Syamsudin M, (1996:91) menyebutkan pada masa sekolah menengah ini merupakan masa krisis yang disebut the best of time atau the worst of time. Kalau individu mampu mengatasi berbagai tuntutan yang dihadapi secara integrative, ia akan menemukan identitasnya yang akan dibawanya menjelang masa dewasa. Sebaliknya, kalau gagal ia akan berada pada krisis iidentitas (identity crisis) yang berkepanjangan.
Ada realita yang menggelitiik penulis kaitannya dengan fakta di atas, yaitu ketika ada tuntutan sistemik yang mengarah pada pemanipulasian fakta dimana guru sebagai agen of teaching dituntut mengkatrol nilai agar siswa yang berkemampuan rendah sejajar dengan teman sebaya yang berkemampun tinggi karena faktor bawaan. Yang mana seharusnya tidak boleh terjadi, karena secara psikologis akan berdampak pada mental individu siswa dan guru. Fenomena ini bisa kita lihat dari munculnya sikap atau perilaku seperti ;
1. Anak/siswa yang berkemampuan tinggi, minat belajarnnya menjadi rendah sebab mereka tahu hasil kerja kerasnya dalam belajar disejajarkan atau sama saja dengan temannya yang berkemampuan rendah.
2. Anak/siswa yang berkemampuan rendah, akan merasa nyaman dengan kemampuan yang mereka miliki sebab tanpa kerja keras nilainya sejajar dengan teman sebayanya yang berkemampuan tinggi.
3. Guru yang kurang memiliki kemauan profesi akan merasa bahwa aktifitas dirinya selama menjadi guru sudah mumpuni dan menganggap tidak ada masalah dengan keprofesiannya.
Demikian yang dapat penulis paparkan, dengan harapan bisa menambah wawasan bagi guru untuk memahami perilaku siswanya. Karena perkembangan perilaku dan pribadi siswa dan guru merupakan perwujudan pengaruh dari factor dominan, yaitu factor bawaan, kematangan dari ketiga factor lingkungan termasuk belajar dan latihan.. ketiga factor tersebut berpengaruh terhadap siswa secara khas dan bervariasi yang mungkin dapat menguntungkan atau menghambat laju proses perkembangan.
Daftar Pustaka:
Abdullah, 2010. Bimbingan Konseling untuk SMP/MTs. CV Pustaka Manggala
Djaman Satori, dkk. Profesi Keguruan. Universitas Terbuka
I.G.A.K Wardani, dkk. Teknik Menulis Karya Ilmiah. Universitas Terbuka
Mulyani Sumantri dan Nana Syaodih, 2007. Perkembangan Peserta Didik. Universitas Terbuka
Tim Sosiologi, 2003. Sosiologi, suatu Kajian Kehidupan Masyarakat. Jakarta: Yudistira.
Penulis : Guru SMPN 1 Cigandamekar Kec. Cigandamekar Kab. Kuningan

BOS MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN

 Oleh : Drs. Asep Saepullah

Kalau kita hitung penggelontoran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk sekolah tingkat SLTP/SMP, yang dikeluarkan pemerintah pusat Rp.570.000 dan provinsi Rp.127.000, sudah lebih dari cukup guna memenuhi keperluan atau kebutuhan sekolah untuk mengelola pendidikan sebab ada dana Rp.697.000/siswa di sekolahnya.
Apabila sekolah memiliki 12 rombel dimana ada 40 siswa/rombelnya, maka dana BOS yang diperoleh sekolah setiap tahunnya ( 480 x Rp.697.000 )sebesar Rp.334.560.000 (duaratus sembilan puluh duajuta tujuh ratus empat puluh ribu rupiah). Perolehan ini cukup ideal jika pengalokasian dananya sebagai berikut ;
1. Belanja pegawai (honorarium guru dan TU honorer) 15% (Rp.50.184.000),
2. Belanja barang 5% (Rp.16.280.000),
3. Langganan daya dan jasa 2% (Rp.6.691.200),
4. Kegiatan belajar mengajar 15% (Rp. 50.184.000),
5. Kegiatan kesiswaan 15% (Rp. 50.184.000),
6. Subsidi untuk transport siswa kurang mampu 10% (Rp.33.456.000),
7. Penyediaan kelengkapan perpustakaan 10% (Rp.33.456.000),
8. Belanja pemeliharaan 13% (Rp.43.492.000),
9. Peningkatan mutu / profesi guru 10% (Rp.33.456.000), dan
10. Lain-lain 5% (Rp.16.280.000).
Dimana alokasi setiap triwulannya yaitu Rp.83.640.000, itu-pun dengan menapikan sekolah tidak memperoleh bantuan dana dari Kabupaten/kota, berupa bantuan untuk siswa miskin dan dana rutin atau dana-dana dari pihak manapun.
Berpijak dari gambaran diatas, kemudian diasumsikan bahwa alokasi dana diserap sesuai peruntukannya maka sangat memungkinkan sekolah mampu meningkatkan kualitas pendidikan. Sebab pos atau alokasi dana yang ada, bisa menanggulangi kebutuhan yang diperlukan sekolah. Namun dari hasil diskusi dengan sahabat-sahabat guru SLTP/SMP, diperoleh suatu alibi bahwa sebagian besar guru kurang merasakan adanya manfaat dana BOS dalam meningkatkan mutu layanan pendidikan / profesionalisme guru. Hal ini dikarenakan pengalokasian dana BOS oleh sekolah yang bersangkutan tidak transparan, sehingga banyak diantara mereka dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar hanya sebatas menggugurkan kewajibannya.
Faktor lain yang menyebabkan guru kurang bertanggungjawab dalam pelaksanaan KBM, yaitu karena adanya perselingkuhan terselubung antara pengelola dana BOS dengan penentu kebijakan sekolah untuk bersama-sama mengelabui guru, juga oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Kesenjangan kesejahteraan
Kesenjangan ini dikarenakan ada pengalokasian dana, diluar alokasi dana BOS untuk tunjangan guru yang memegang jabatan. Padahal dalam pelaksanaan KBM dan kegiatan di sekolah pengalokasian waktunya sama, bahkan ada guru yang punya jabatan disekolah tetapi waktu kegiatan di sekolahnya lebih sedikit dari guru yang tidak memegang jabatan di sekolah. Ironis sekali, sebab disatu sisi mereka mempunyai tugas tambahan, akan tetapi di sisi lain mereka waktunya lebih sedikit. Mungkin para penentu kebijakan di sekolah tersebut, memakai logika terbalik yaitu makin sedikit waktu yang digunakan semakin besar/banyak pekerjaan yang diselesaikan dan makin banyak waktu yang digunakan semakin sedikit pekerjaan yang diselesaikan.
2. Belum maksimalnya upaya Peningkatan mutu/profesi Guru
Sebenarnya minat guru untuk meningkatkan mutu/profesi tinggi walaupun dengan kocek sendiri, ini terbukti dari larisnya seminar/workshop yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga tertentu.
Oleh karena itu alangkah indahnya, jika disdikpora dengan pengelola sekolah membuat program khusus. Dimana seluruh guru mengikuti workshop/seminar dan kursus/pelatihan yang dibiayai oleh sekolah, sebab dari dana BOS ada alokasi/pos anggaran untuk mengikuti work shop/seminar.
3. Lemahnya penguasaan KTSP
Masih ditemukan sahabat-sahabat guru yang belum memahami betul Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), ini dikarenakan kurangnya sosialisasi atau karena belum meratanya workshop/diklat KTSP yang diselenggarakan oleh Disdikpora. Kalaupun ada yang diselenggaran sekolah, sifatnya hanya seremonial tidak menyentuh esensi KTSP yang sebenarnya. Maksud seremonial disini adalah karena materi yang diberikan tidak konfrehensif, sebab penyaji kurang menguasai bahan ajar. Dimana seharusnya, antara mata pelajaran tertentu dengan yang lainnya memiliki korelasi. Harapan penulis, ketika diadakan diklat/workshop KTSP seluruh guru bidang studi / mata pelajaran diikut sertakan. Kalaupun tidak, yaitu karena mengingat dan menimbang efisiensi dan efektifitas maka guru yang ditugaskan sekolah mengikuti workshop/diklat KTSP di tingkat Kabupaten/kota adalah guru yang mampu mentransfer ilmu kepada teman-teman guru disekolahnya.
4. Pengelola Sekolah kurang menguasai Manajemen Sekolah
Diakui ataupun tidak proses rekrutmen top manajer/kepala sekolah adalah merupakan pengandil terbesar dalam berhasil atau tidaknya sekolah mengelola pendidikan. Top manajer adalah nakhoda yang seharusnya memiliki kemampuan memenej sekolah dengan baik. Ciri dari top manajer yang memiliki kemampuan yaitu yang mampu menggerakan pengelola yang lain sesuai tupoksinya (tugas pokok dan fungsinya), sehingga pada akhirnya program sekolah tidak dibiarkan seperti air mengalir tanpa program yang jelas, terarah dan terperinci.
5. Adanya Rekayasa Penggunaan dana BOS
Ada kekecewaan yang mendalam dari guru, ketika mereka terkendala oleh kegiatan belajar mengajar atau kegiatan siswa karena dana yang diperlukannya kosong. Hal ini dikarenakan dana yang seharusnya dialokasikan untuk kegiatan belajar mengajar atau kegiatan siswa, tersedot oleh keperluan/kebutuhan yang tidak ada alokasi/pos dana-nya. Sehingga ketika dibutuhkan sesuai pos penggunaan/alokasinya, dana BOS sudah tidak ada/habis.
6. Lemahnya Pengawasan
Pengawas Sekolah maupun Bawasda/Inspektorat sebagai lembaga yang mempunyai kewenangan penuh dalam memantau pengelolaan KBM dan pengelolaan dana sekolah. Adalah palang pintu yang sewaktu waktu diharapkan, dapat menjadi pendobrak lemahnya mutu pendidikan. Namun pada implementasinya masih jauh panggang dari api, sebab terkendala oleh rasa ewuh pakewuh yang porsinya lebih kepada materi sesaat. Asumsi ini bisa kita pelajari dari prodak/hasil pengawasannya, dimana belum ditemukan sekolah yang mengimplementasikan hasil koreksi Pengawas Sekolah atau Bawasda/inspektorat. Kalaupun ada, itupun hanya sebatas tahu sama tahu.
Akibat dari realitas inilah, sudah bisa dianalisa dana BOS belum pantas dijadikan acuan sebagai tolok ukur kemampuan sekolah dalam mengelola pendidikan. Sebab guru masih terkendala dalam meningkatkan mutu pendidikan, oleh karena faktor x yang menggerogotinya. Kemampuan siswa, dengan kondisi sekolah yang masih carut marut tidak dapat disejajarkan dengan siswa dimana pengelolaan dana BOS-nya sudah baik dan benar. Artinya dana BOS dikelola sesuai peruntukannya, bukan hanya di atas kertas tetapi rill antara tulisan/laporan dengan kenyataan. Jika depdiknas atau dalam hal ini Menteri Pendidikan Nasional memiliki komitmen yang jelas dan utuh dalam upaya sekolah meningkatkan kualitas guru dan kualitas peserta didik atau siswa-nya, maka kendala dilapangan perlu secepatnya direhabilitasi. Wallahualam bishowab
Penulis :
apaa1
Asep Saepullah, Guru SMPN 1 Cigandamekar
Wakil Ketua PC GP Ansor Kabupaten Kuningan
Tinggal di Jln. SMPN 1 Cilimus, Dusun Wage RT.20 RW.07 Desa Bojong
Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan

KONFLIK KEPENTINGAN GURU BANTU



Oleh Drs. Asep Saepullah (2008)

A. Guru Bantu diangkat PNS

Ditengah-tengah himpitan ekonomi, dan geliat alam yang semakin mempilukan hati dan perasaan. Disuasana yang membingungkan, muncul secercah harapan Guru Bantu akan diangkat PNS.Bahkan pemerintah pusat, sudah menjanjikan Guru Bantu sampai tahun 2007 seluruhnya telah diangkat menjadi PNS.
Pertanyaannya mungkinkah itu terealisasikan, Sementara konflik kepentingan, tumbuh di semua sektor / instansi ?
Menurut penulis, sebenarnya kalau semua orang mau jujur. Guru Bantu keberadaan, atau derajatnya setingkat lebih tinggi dari pegawai honor lain. Baik itu dengan tenaga honorer, yang dibiayai oleh Pemda (Honda) maupun yang dibiayai oleh sekolah/instansi. Sebab Guru Bantu, sudah melaksanakan uji kepatutan dan kelayakan. Seperti halnya Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), ketika mereka mengikuti seleksi Guru Bantu. Penulis pernah diskusi, dengan seorang kepala sekolah tingkat SMP. Mengenai layak tidaknya, Guru Bantu menuntut menjadi CPNS. Kata beliau (Kepsek) Guru bantu, sudah pantas menuntut haknya menjadi CPNS. Karena menurutnya, materi seleksi menjadi Guru Bantu sama dengan soal seleksi untuk Calon Kepala Sekolah. Dengan kata lain (selorohnya), Guru Bantu layak jadi Kepala sekolah. Kenapa bapak berpendapat seperti itu ? beliau menjawab saya pernah bertanya, kepada salah seorang guru yang ikut jadi bursa calon kepala sekolah. Dan membetulkan, bahwa soal yang dipakai untuk menyeleksi Calon Kepala Sekolah. Adalah soal yang diujikan, ketika seleksi calon guru bantu. Materi soal ini, jadi salah satu kegagalan tidak masuk jadi kepala sekolah. Sebab menurutnya, materi soalnya cukup sukar/sulit dalam menentukan jawabannya.
B. Proses Seleksi Guru Bantu
Obrolan/diskusi penulis dengan kepala sekolah, rasanya akan lebih jelas dan teruji keabsahan atau kebenarannya. Apabila kita pernah membaca, Penjelasan Menteri Pendidikan Nasional. Untuk Bahan Rapat Kerja, dengan Komisi X DPR RI tanggal 7 Pebruari 2006. diantaranya menyebutkan bahwa ;
Rekrutmen Guru Bantu dilakukan melalui seleksi secara nasional sama dengan seleksi guru CPNS
Tes seleksi Guru Bantu mencakup :
=> Tes Pengetahuan Umum (TPU), Tes Bakat Skolastik (TBS), dan Tes Bidang Studi (TBS)
Kriteria kelulusan Guru Bantu telah memperhitungkan masa kerja sebelum menjadi Guru Bantu yang telah diverifikasi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
C. Pengangkatan Guru Bantu jadi CPNS
Adapun proses pengangkatan Guru Bantu alih status CPNS, yang mudah-mudahan dapat direalisasikan atas komitmen :
Rapat Konsultasi DPR RI dengan Meneg PAN, Mendiknas, dan BKN Pada tanggal 24 Agustus 2005 yang menyepakati antara lain; memprioritaskan pengangkatan Guru Bantu menjadi CPNS mulai tahun formasi 2005, dan sisanya dapat diserap menjadi CPNS pada tahun formasi 2006 dan 2007
Rapat di Kantor Bapak Wakil Presiden RI yang dipimpin langsung oleh beliau (Wapres) dihadiri Meneg PAN, Mendiknas, Kepala BKN, pejabat Eselon 1 terkait Pada tanggal 9 Desember 2005 tentang pengangkatan Guru Bantu menjadi CPNS, dan disetujui bahwa :
a. Rekrutmen Guru Bantu menjadi CPNS akan diselesaikan selama 3 (tiga) tahun, mulai tahun formasi 2005, sampai dengan tahun formasi tahun 2007
b. Untuk tahun formasi 2005, sebanyak 80.000 orang Guru Bantu akan diangkat menjadi CPNS terhitung mulai 1 April 2006, dan sisanya akan diangkat pada tahun formasi 2006 dan 2007
  • KESIMPULAN/KEPUTUSAN Rapat Kerja Komisi X DPR RI dengan Mendagri, Menpan, Mendiknas dan Menag, Senin 26 Juni 2006, tentang pengangkatan Guru Bantu menjadi CPNS akan diselesaikan selama 3 (tiga) tahun, mulai tahun formasi 2005, sampai dengan tahun formasi 2007, dan apabila April 2007 masih ada GBS yang belum diangkat, maka paling lambat seluruh GBS akan diangkat CPNS pada Bulan Oktober 2007.
Dari hasil diskusi/pengakuan kepala sekolah, dan penjelasan Mendiknas. Penulis dapat menganalogikan bahwa Peraturan Pemerintah (PP) 48 Pasal 6 Ayat 1 yang menyebutkan bahwaPengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil .dilakukan bertahap mulai Tahun Anggaran 2005 dan paling lambat selesai Tahun Anggaran 2009dst.
Artinya untuk tenaga honorer, yang dibiayai oleh APBD khususnya Guru Honda ( Honor Daerah ). Mendapat porsi diangkat, menjadi CPNS adalah mulai Tahun Anggaran 2008 dan 2009. Dengan catatan, pihak pemerintah daerah (Pemda) mau dengan sabar tidak mengurangi alokasi APBD-nya. Untuk biaya, tenaga honor daerah. Juga bersedia, mengadakan seleksi tenaga honor daerah khususnya Guru Honda. Layaknya, seperti ketika kami di seleksi sebagai Guru Bantu.
Permasalahan yang mengakibatkan kurang sinkronnya rekrutmen alih status Guru Bantu ke CPNS, menurut penulis terjadi adalah dikarenakan;
1. Daftar validasi database Tenaga Honorer, tidak mencantumkan nama dan alamat sekolah/instansi dimana Tenaga Honorer sekarang berada. Dampaknya adalah ketika Daftar Nominatif Tenaga Honorer DI UJI PUBLIK, kita tidak bisa meng-kroscek kebenaran dari data tersebut. Padahal menurut analisa penulis, Daftar Nominatif Tenaga Honorer dijadikan sebagai abstraksi. Pengangkatan, Tenaga Honorer menjadi CPNS. Sehingga terjadi kekeliruan dan kesalahan, dalam seleksi penentuan Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi CPNS.
2. Alokasi penerimaan CPNS, tidak sesuai dengan komitmen Pemerintah Pusat. Bahwa tenaga honorer, yang dibiayai APBN khususnya Guru Bantu. Untuk seluruh Indonesia akan diangkat sebanyak 80.000, dimana logikanya adalah apabila di seluruh Indonesia ada 236.011 orang Guru Bantu. Berarti setiap daerah, mendapat jatah pengangkatan Guru Bantu menjadi CPNS sebanyak 34 % dari jumlah Guru Bantu yang ada di daerah tersebut. Artinya jika di suatu daerah sebut saja Kabupaten A ada 1.711 Guru Bantu, berarti di Kabupaten A Untuk tahun anggaran 2005, yang dilaksanakan pada tanggal 11 Pebruari 2006. Ada 582 orang Guru Bantu, menjadi CPNS. Tetapi alokasi CPNS tahun 2005, Kabupaten A hanya mendapat kuota 576 orang CPNS dari pemerintah pusat. Itu-pun ternyata untuk keseluruhan (umum dan khusus).
3. Guru Bantu yang masuk CPNS, belum layak karena ada Guru Bantu yang usianya lebih tua dan masa kerjanya lebih banyak tidak masuk CPNS. Dengan sandaran, bahwa usia adalah prioritas pertama dalam pengangkatan Guru Bantu menjadi CPNS, dan prioritas keduanya baru masa kerja. Asumsi ini adalah didasarkan kepada upaya meminimalisir praktek yang tidak sehat, sebab dapat dipastikan apabila masa kerja dijadikan prioritas pertama dalam pengangkatan. Bagi Guru Bantu yang tidak sabar, akan berusaha me Mark Up masa kerja sehingga terjadi masa kerja fiktif. Yang lebih menyakitkan, ada Guru Bantu yang masa kerjanya hanya ketika jadi Guru Bantu saja. Tetapi karena di mark up di database muncul masa kerjanya menjadi 7 tahun bahkan ada yang 19 tahun.
4. Yang betul betul masa kerjanya lama sebab mereka kerjanya di sekolah swasta, pengabdian masa kerjanya hanya diakui ketika menjadi Guru Bantu saja yaitu berkisar antara 1 s.d 2,7 tahun saja. Kalau sudah terjadi hal seperti ini, siapa yang bersedia disalahkan ? Ini merupakan suatu dilema, karena semuanya merasa tidak ada yang salah.
Dengan adanya tarik ulur kepentingan, sebagaimana proses CPNS 2005. Antara Pemerintah Daerah (Pemda), dengan fihak Pemerintah Pusat. Mana yang salah, apakah Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah ? Sampai saat ini, penulis belum tahu mana yang sedang bermain-main. Dengan komitmen dirinya sendiri (pemerintah), apakah pemerintah pusat atau daerah ? Maka konsekuensinya, adalah tidak sesuai / bertabrakan dengan :
1. Surat Mendiknas Nomor : 52414/MPN/KP/2005 tanggal 15 Desember 2005 perihal Laporan Hasil Rapat tentang pengangkatan Guru Bantu
2. Surat Edaran Menpan Nomor : SE/01/M.PAN/1/2006 tanggal 11 Januari 2006 tentang Penyelenggaraan Pengadaan CPNS Tahun 2005/2006
3. Surat BKN Nomor : K.26-30/V10.1/58 tanggal 30 Januari 2006 perihal Seleksi Administrasi dan Pengisian Daftar Pertanyaan Tenaga Honorer
4. KESIMPULAN/KEPUTUSAN Rapat Kerja Komisi X DPR RI dengan Mendiknas, Menag, dan Menpan, Selasa 7 Pebruari 2006
5. Surat BKN Nomor : K.26-30/Y.55-5/99 tanggal 27 Maret 2006 perihal Database Tenaga Honorer.
6. KESIMPULAN/KEPUTUSAN Rapat Kerja Komisi X DPR RI dengan Mendagri, Menpan, Mendiknas dan Menag, Senin 26 Juni 2006.
7. KEPUTUSAN/KESIMPULAN Rapat Kerja Komisi X DPR RI Dengan Mendiknas, Menag, dan Menpan Tanggal 5 Pebruari 2007.
D. Buah dari Konflik Kepentingan
Dengan adanya tarik ulur kepentingan, antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat. Akibatnya, adalah senjata makan tuan. Penyusunan database tenaga Honorer, yang seharusnya mudah dibuat menjadi lebih sulit. Padahal, kalau memang Dinas Pendidikan atau BKD kerjanya profesional. Setiap bulan, ada data mengenai GBS (dalam daftar tenaga guru di sekolah ybs). Dari hasil laporan, UPTD di tingkat TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK. Yang masuk ke Dinas Pendidikan, atau laporan dari Kantor Pos. Yaitu dengan catatan, data yang masuk kemudian diolah sebagai data akuratisasi GBS setiap bulan, atau sebagai alat kroscek keberadaan GBS.
Dampak dari tidak atau kurang dimanpaatkannya laporan bulanan, baik oleh pihak Dinas Pendidikan / BKD. Menghambat keluarnya, SK Pengangkatan GBS menjadi CPNS. Sebab validasi database, merupakan salah satu syarat bagi terbit/keluarnya SK CPNS Bagi GBSatau tenaga Honorer yang dibiaya Negara (APBN) oleh BKN / MENPAN. Pertanyaannya kenapa validasi Tenaga Honorer yang dibiayai APBN / APBD dirasakan sangat sulit/berat ? Baik oleh Dinas Pendidikan atau oleh BKD, Jawaban paling otentik, Pertama karena mereka takut akan sangsi. Apabila validasi database, tidak sesuai dengan kondisi obyektif dilapangan. Kedua atau hal ini ada kaitannya, dengan aneka macam kekhawatiran dan kepentingan. Para oknum birokrat, yang biasa memanpaatkan proses penerimaan CPNS mendapat setumpuk Rotten Money. Yang menurutnya, hal ini dapat mensejahterakan. Atau dalam upaya mengangkat anak, adik, ponakan, saudara dan kroni-kroninya menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Untuk opsi kedua, akan jelas terlihat manakala ada kejanggalan atau keanehan. Tetapi biasanya, ada saja alasan atau pembelaan. Yang dapat mematahkan alibi, dan masih terngiang-ngiang dalam ingatan. Adalah pembelaan, bahwa database tidak dapat diperbaiki, karena sudah diprogram dan itu sudah final. Yang penting kita masuk database, sebab bagi yang masuk database sudah jaminan jadi PNS.
Akan samakah proses, penerimaan CPNS yang rencananya bulan Juli dan September tahun 2007 dengan proses CPNS Tahun Anggaran 2005 ? Jawabannya hanya ada di para birokrat, yang ada di Pemerintah Daerah (Pemda) maupun Pemerintah Pusat. Bagi kita selaku Guru Bantu, hanya bisa menginginkan dan mengharap. Agar segala apa yang menjadi komitmen pemerintah, mengangkat GBS menjadi PNS paling lambat Oktober 2007. Diamini oleh semua pihak, yang terkait di dalamnya termasuk kita sebagai Guru Bantu. Karena munculnya transaksi rotten money, hanya akan terjadi apabilaPertama; ada transaksi jual beli, antara kita dengan oknum yang memanpaatkan proses CPNS karena kita selaku Guru Bantu, tidak sabar dalam menunggu giliran masuk menjadi CPNS. dan Kedua; validasi database tenaga honorer, tidak dapat diakses secara terbuka dengan alasan rahasia negara. Kenapa..?? Karena tidak menutup kemungkinan, masih ada kesalahan penulisan nama, tanggal lahir, masa kerja / unit kerja dimana tenaga honorer itu berada (uji publik,hanya dijadikan sebagai alat pembohongan) atau karena ada GBS Fiktif ???, yang mana akhirnya proses seleksi CPNS tahun anggaran 2006 dan 2007 akan sama dengan proses CPNS tahun anggaran 2005.
Mudah-mudahan dengan pertolongan Allah SWT. doa yang selalu dipanjatkan teman-teman Guru Bantu akan menjadi kenyataan, yaitu mereka dan seluruh Guru Bantu diangkat menjadi PNS, dan oknum-oknum yang biasanya memanpaatkan proses rekrutmen PNS demi setumpuk rotten money diberi rahmat dan hidayah, dibukakan pintu hati dan pikiranya sehingga mereka dijauhkan dari niat kotornya walaupun kesempatan itu ada di depan matanya.
Perjalanan panjang dari suatu penantian, kini sudah di depan mata yaitu dengan di Revisi-nya PP.48 (tapi hingga saat ini masih dalam tahap Rancangan, karena belum di tanda tangan Presiden, penulis) yang memang menjadi salah satu pemicu adanya ketidak beresan dalam rekrutmen CPNS tahun anggaran 2005 sehingga akhirnyapenerimaan CPNS yang rencananya bulan Oktober tahun 2006 ditangguhkan dan sesuai hasil Rapat Kerja Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) dengan Komisi II DPR-RI tanggal 29 Mei 2007 jika dapat diimplementasikan dengan sehat dan benar. Diantaranya yaitu jadual penetapan NIP untuk formasi Tahun 2006 dimulai 10 Juni 2007 sampai dengan Agustus 2007 dan berlaku terhitung mulai tanggal 1 Januari 2007, dan penetapan NIP formasi Tahun 2007 daftar nomiatif tenaga honorer akan ditetapkan bulan Juli sampai dengan Agustus 2007 dan NIP-nya akan ditetapkan mulai bulan September sampai Nopember 2007 dan mulai berlaku terhitung mulai tanggal 1 Oktober 2007 menjadi kenyataan. Maka sudah dapat dipastikan seluruh Guru Bantu (kecuali yang bermasalah), akan diangkat menjadi CPNS paling lambat Oktober 2007.
Melalui tulisan ini penulis berpesan agar jangan mudah terpropokasi oleh isu-isu yang yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Perbuatan anarkis tidak akan menguntungkan kita, yang untung adalah mereka yang suka memanpaatkan kesempatan dalam ketidak nyamanan. Ingat sudah saatnya kita bahu membahu mengamankan proses rekrutmen CPNS 2006 dan 2007 sesuai Revisi PP.48, dan jangan mau dinina bobokan oleh orang-orang yang mengharapkan kondisi NKRI sama kejelekannya seperti masa-masa sebelum tahun 2007. Mangga pak SBY + JK dan jajaran kabinetnya diantos komitmena, kami Guru Bantu sudah jenuh akan ketidak jelasan masa depan kami. Selama kurang lebih 3 tahun pergerakan kami, yang tegabung dalam Forum Komunikasi Guru Bantu Indonesia (FKGBI) menuntut hak kami. Tetapi selalu tersisihkan, oleh kepentingan yang lain. Padahal sudah jelas, kalau kita menginginkan negara ini bermartabat, disegani dan dihormati oleh bangsanya sendiri. Maka inilah saatnya Pak SBY + JK membuktikan bahwa beliau tidak main-main dengan bangsanya sendiri yang nota bene Guru Bantu adalah pencetak generasi calon pemimpin dimasa datang. Bagaimana jadinya kalau generasi calon pemimpin dicetak menjadi orang-orang yang tidak jelas masa depannya, mungkin mereka (calon pemimpin masa depan)pun akan tidak jelas masa depan-nya.Wallahualam bisowab.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Waskita™ - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger