Pencarian Untuk Blog Ini

Home » » BOS MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN

BOS MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN

 Oleh : Drs. Asep Saepullah

Kalau kita hitung penggelontoran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk sekolah tingkat SLTP/SMP, yang dikeluarkan pemerintah pusat Rp.570.000 dan provinsi Rp.127.000, sudah lebih dari cukup guna memenuhi keperluan atau kebutuhan sekolah untuk mengelola pendidikan sebab ada dana Rp.697.000/siswa di sekolahnya.
Apabila sekolah memiliki 12 rombel dimana ada 40 siswa/rombelnya, maka dana BOS yang diperoleh sekolah setiap tahunnya ( 480 x Rp.697.000 )sebesar Rp.334.560.000 (duaratus sembilan puluh duajuta tujuh ratus empat puluh ribu rupiah). Perolehan ini cukup ideal jika pengalokasian dananya sebagai berikut ;
1. Belanja pegawai (honorarium guru dan TU honorer) 15% (Rp.50.184.000),
2. Belanja barang 5% (Rp.16.280.000),
3. Langganan daya dan jasa 2% (Rp.6.691.200),
4. Kegiatan belajar mengajar 15% (Rp. 50.184.000),
5. Kegiatan kesiswaan 15% (Rp. 50.184.000),
6. Subsidi untuk transport siswa kurang mampu 10% (Rp.33.456.000),
7. Penyediaan kelengkapan perpustakaan 10% (Rp.33.456.000),
8. Belanja pemeliharaan 13% (Rp.43.492.000),
9. Peningkatan mutu / profesi guru 10% (Rp.33.456.000), dan
10. Lain-lain 5% (Rp.16.280.000).
Dimana alokasi setiap triwulannya yaitu Rp.83.640.000, itu-pun dengan menapikan sekolah tidak memperoleh bantuan dana dari Kabupaten/kota, berupa bantuan untuk siswa miskin dan dana rutin atau dana-dana dari pihak manapun.
Berpijak dari gambaran diatas, kemudian diasumsikan bahwa alokasi dana diserap sesuai peruntukannya maka sangat memungkinkan sekolah mampu meningkatkan kualitas pendidikan. Sebab pos atau alokasi dana yang ada, bisa menanggulangi kebutuhan yang diperlukan sekolah. Namun dari hasil diskusi dengan sahabat-sahabat guru SLTP/SMP, diperoleh suatu alibi bahwa sebagian besar guru kurang merasakan adanya manfaat dana BOS dalam meningkatkan mutu layanan pendidikan / profesionalisme guru. Hal ini dikarenakan pengalokasian dana BOS oleh sekolah yang bersangkutan tidak transparan, sehingga banyak diantara mereka dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar hanya sebatas menggugurkan kewajibannya.
Faktor lain yang menyebabkan guru kurang bertanggungjawab dalam pelaksanaan KBM, yaitu karena adanya perselingkuhan terselubung antara pengelola dana BOS dengan penentu kebijakan sekolah untuk bersama-sama mengelabui guru, juga oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Kesenjangan kesejahteraan
Kesenjangan ini dikarenakan ada pengalokasian dana, diluar alokasi dana BOS untuk tunjangan guru yang memegang jabatan. Padahal dalam pelaksanaan KBM dan kegiatan di sekolah pengalokasian waktunya sama, bahkan ada guru yang punya jabatan disekolah tetapi waktu kegiatan di sekolahnya lebih sedikit dari guru yang tidak memegang jabatan di sekolah. Ironis sekali, sebab disatu sisi mereka mempunyai tugas tambahan, akan tetapi di sisi lain mereka waktunya lebih sedikit. Mungkin para penentu kebijakan di sekolah tersebut, memakai logika terbalik yaitu makin sedikit waktu yang digunakan semakin besar/banyak pekerjaan yang diselesaikan dan makin banyak waktu yang digunakan semakin sedikit pekerjaan yang diselesaikan.
2. Belum maksimalnya upaya Peningkatan mutu/profesi Guru
Sebenarnya minat guru untuk meningkatkan mutu/profesi tinggi walaupun dengan kocek sendiri, ini terbukti dari larisnya seminar/workshop yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga tertentu.
Oleh karena itu alangkah indahnya, jika disdikpora dengan pengelola sekolah membuat program khusus. Dimana seluruh guru mengikuti workshop/seminar dan kursus/pelatihan yang dibiayai oleh sekolah, sebab dari dana BOS ada alokasi/pos anggaran untuk mengikuti work shop/seminar.
3. Lemahnya penguasaan KTSP
Masih ditemukan sahabat-sahabat guru yang belum memahami betul Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), ini dikarenakan kurangnya sosialisasi atau karena belum meratanya workshop/diklat KTSP yang diselenggarakan oleh Disdikpora. Kalaupun ada yang diselenggaran sekolah, sifatnya hanya seremonial tidak menyentuh esensi KTSP yang sebenarnya. Maksud seremonial disini adalah karena materi yang diberikan tidak konfrehensif, sebab penyaji kurang menguasai bahan ajar. Dimana seharusnya, antara mata pelajaran tertentu dengan yang lainnya memiliki korelasi. Harapan penulis, ketika diadakan diklat/workshop KTSP seluruh guru bidang studi / mata pelajaran diikut sertakan. Kalaupun tidak, yaitu karena mengingat dan menimbang efisiensi dan efektifitas maka guru yang ditugaskan sekolah mengikuti workshop/diklat KTSP di tingkat Kabupaten/kota adalah guru yang mampu mentransfer ilmu kepada teman-teman guru disekolahnya.
4. Pengelola Sekolah kurang menguasai Manajemen Sekolah
Diakui ataupun tidak proses rekrutmen top manajer/kepala sekolah adalah merupakan pengandil terbesar dalam berhasil atau tidaknya sekolah mengelola pendidikan. Top manajer adalah nakhoda yang seharusnya memiliki kemampuan memenej sekolah dengan baik. Ciri dari top manajer yang memiliki kemampuan yaitu yang mampu menggerakan pengelola yang lain sesuai tupoksinya (tugas pokok dan fungsinya), sehingga pada akhirnya program sekolah tidak dibiarkan seperti air mengalir tanpa program yang jelas, terarah dan terperinci.
5. Adanya Rekayasa Penggunaan dana BOS
Ada kekecewaan yang mendalam dari guru, ketika mereka terkendala oleh kegiatan belajar mengajar atau kegiatan siswa karena dana yang diperlukannya kosong. Hal ini dikarenakan dana yang seharusnya dialokasikan untuk kegiatan belajar mengajar atau kegiatan siswa, tersedot oleh keperluan/kebutuhan yang tidak ada alokasi/pos dana-nya. Sehingga ketika dibutuhkan sesuai pos penggunaan/alokasinya, dana BOS sudah tidak ada/habis.
6. Lemahnya Pengawasan
Pengawas Sekolah maupun Bawasda/Inspektorat sebagai lembaga yang mempunyai kewenangan penuh dalam memantau pengelolaan KBM dan pengelolaan dana sekolah. Adalah palang pintu yang sewaktu waktu diharapkan, dapat menjadi pendobrak lemahnya mutu pendidikan. Namun pada implementasinya masih jauh panggang dari api, sebab terkendala oleh rasa ewuh pakewuh yang porsinya lebih kepada materi sesaat. Asumsi ini bisa kita pelajari dari prodak/hasil pengawasannya, dimana belum ditemukan sekolah yang mengimplementasikan hasil koreksi Pengawas Sekolah atau Bawasda/inspektorat. Kalaupun ada, itupun hanya sebatas tahu sama tahu.
Akibat dari realitas inilah, sudah bisa dianalisa dana BOS belum pantas dijadikan acuan sebagai tolok ukur kemampuan sekolah dalam mengelola pendidikan. Sebab guru masih terkendala dalam meningkatkan mutu pendidikan, oleh karena faktor x yang menggerogotinya. Kemampuan siswa, dengan kondisi sekolah yang masih carut marut tidak dapat disejajarkan dengan siswa dimana pengelolaan dana BOS-nya sudah baik dan benar. Artinya dana BOS dikelola sesuai peruntukannya, bukan hanya di atas kertas tetapi rill antara tulisan/laporan dengan kenyataan. Jika depdiknas atau dalam hal ini Menteri Pendidikan Nasional memiliki komitmen yang jelas dan utuh dalam upaya sekolah meningkatkan kualitas guru dan kualitas peserta didik atau siswa-nya, maka kendala dilapangan perlu secepatnya direhabilitasi. Wallahualam bishowab
Penulis :
apaa1
Asep Saepullah, Guru SMPN 1 Cigandamekar
Wakil Ketua PC GP Ansor Kabupaten Kuningan
Tinggal di Jln. SMPN 1 Cilimus, Dusun Wage RT.20 RW.07 Desa Bojong
Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Creating Website

0 comments:

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Waskita™ - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger