Toto Si Manda - Biografi Siti Aisyah
Siti Aisyah memiliki gelar ash-Shiddiqah, sering dipanggil dengan
Ummu Mukminin, dan nama keluarganya adalah Ummu Abdullah. Kadang-kadang ia juga
dijuluki Humaira’. Namun Rasulullah sering memanggilnya Binti ash-Shiddiq. Ayah
Aisyah bernama Abdullah, dijuluki dengan Abu Bakar. Ia terkenal dengan gelar
ash-Shiddiq. Ibunya bernama Ummu Ruman. Ia berasal dari suku Quraisy kabilah
Taimi di pihak ayahnya dan dari kabilah Kinanah di pihak ibu.
Sementara itu, garis keturunan Siti Aisyah dari pihak ayahnya adalah Aisyah
binti Abi Bakar ash-Shiddiq bin Abi Quhafah Utsman bin Amir bin Umar bin Ka’ab
bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Fahr bin Malik. Sedangkan
dari pihak ibu adalah Aisyah binti Ummu Ruman binti Amir bin Uwaimir bin Abd
Syams bin Itab bin Adzinah bin Sabi’ bin Wahban bin Harits bin Ghanam bin Malik
bin Kinanah.
Siti Aisyah lahir pada bulan Syawal tahun ke-9 sebelum
hijrah, bertepatan dengan bulan Juli tahun 614 Masehi, yaitu akhir tahun ke-5
kenabian. Kala itu, tidak ada satu keluarga muslim pun yang menyamai keluarga
Abu Bakar ash-Shiddiq dalam hal jihad dan pengorbanannya demi penyebaran agama
Islam. Rumah Abu Bakar saat itu menjadi tempat yang penuh berkah, tempat makna
tertinggi kemuliaan, kebahagiaan, kehormatan, dan kesucian, dimana cahaya
mentari Islam pertama terpancar dengan terang.
Dari perkembangan fisik, Siti Aisyah termasuk
perempuan yang sangat cepat tumbuh dan berkembang. Ketika menginjak usia
sembilan atau sepuluh tahun, ia menjadi gemuk dan penampilannya kelihatan
bagus, padahal saat masih kecil, ia sangat kurus. Dan ketika dewasa, tubuhnya
semakin besar dan penuh berisi. Aisyah adalah wanita berkulit putih dan
berparas elok dan cantik. Oleh karena itu, ia dikenal dengan julukan Humaira’
(yang pipinya kemerah-merahan). Ia juga perempuan yang manis, tubuhnya
langsing, matanya besar, rambutnya keriting, dan wajahnya cerah.
Tanda-tanda ketinggian derajat dan kebahagiaan telah
tampak sejak Siti Aisyah masih kecil pada perilaku dan grak-geriknya. Namun,
seorang anak kecil tetaplah anak kecil, dia tetap suka bermain-main. Walau
masih kecil, Aisyah tidak lupa tetap menjaga etika dan adab sopan santun ajaran
Rasulullah di setiap kesempatan.
Pernikahan Rasulullah dengan Siti Aisyah merupakan
perintah langsung dari Allah, setelah wafatnya Siti Khadijah. Setelah dua tahun
wafatnya Khadijah, turunlah wahyu kepada kepada Rasulullah untuk menikahi
Aisyah, kemudian Rasulullah segera mendatangi Abu Bakar dan istrinya, mendengar
kabar itu, mereka sangat senang, terlebih lagi ketika Rasulullah setuju
menikahi putri mereka. Maka dengan segera disuruhlah Aisyah menemui beliau.
Pernikahan Rasulullah dengan Siti Aisyah terjadi di
Mekkah sebelum hjirah pada bulan Syawal tahun ke-10 kenabian. Ketika dinikahi
Rasulullah, Siti Aisyah masih sangat belia. Di antara istri-istri yang beliau
nikahi, hanyalah Aisyah yang masih dalam keadaan perawan. Aisyah menikah pada
usia 6 tahun. Tujuan inti dari pernikahan dini ini adalah untuk memperkuat
hubungan dan mempererat ikatan kekhalifahan dan kenabian. Pada waktu itu, cuaca
panas yang biasa dialami bangsa Arab di negerinya menyebabkan pertumbuhan dan
perkembangan fisik anak perempuan menjadi pesat di satu sisi. Di sisi lain,
pada sosok pribadi yang menonjol, berbakat khusus, dan berpotensi luar biasa
dalam mengembangkan kemampuan otak dan pikiran, pada tubuh mereka terdapat
persiapan sempurna untuk tumbuh dan berkembang secara dini.
Pada waktu itu, karena Siti Aisyah masih gadis kecil,
maka yang dilangsungkan baru akad nikah, sedangkan perkawinan akan
dilangsungkan dua tahun kemudian. Selama itu pula beliau belum berkumpul dengan
Aisyah. Bahkan beliau membiarkan Aisyah bermain-main dengan teman-temannya.
Kemudian, ketika Aisyah berusaha 9 tahun, Rasulullah menyempurnakan
pernikahannya dengan Aisyah. Dalam pernikahan itu, Rasulullah memberikan
maskawin 500 dirham. Setelah pernikahan itu, Aisyah mulai memasuki rumah tangga
Rasulullah.
Pernikahan seorang tokoh perempuan dunia tersebut
dilangsungkan secara sederhana dan jauh dari hura-hura. Hal ini mengandung
teladan yang baik dan contoh yang bagus bagi seluruh muslimah. Di dalamnya
terkandung hikmah dan nasehat bagi mereka yang menganggap penikahan sebagai
problem dewasa ini, yang hanya menjadi simbol kemubaziran dan hura-hura untuk
menuruti hawa nafsu dan kehendak yang berlebihan.
Dalam hidupnya yang penuh jihad, Siti Aisyah wafat
dikarenakan sakit pada usia 66 tahun, bertepatan dengan bulan Ramadhan, tahun
ke-58 Hijriah. Ia dimakamkan di Baqi’. Aisyah dimakamkan pada malam itu juga
(malam Selasa tanggal 17 Ramadhan) setelah shalat witir. Ketika itu, Abu
Hurairah datang lalu menshalati jenazah Aisyah, lalu orang-orang pun berkumpul,
para penduduk yang tinggal di kawasan-kawasan atas pun turun dan datang
melayat. Tidak ada seorang pun yang ketika itu meninggal dunia dilayat oleh
sebegitu banyak orang melebihi pelayat kematian Aisyah.
Semoga artikel Biografi Siti Aisyah bermanfaat bagi Anda.

0 comments:
Posting Komentar